Melestarikan Budaya dalam Balutan Drama
Kamis, 20
Desember 2012 bertempat di Aula Drama Gedung E6 Fakultas Sastra, Universitas
Negeri Malang diadakan pagelaran drama berbahasa Jawa yang dilakoni oleh
mahasiswa tingkat tiga Jurusan Sastra Indonesia. Pagelaran drama berbahasa Jawa
ini diadakan dalam rangka Ujian Akhir Semester yang sedang diselenggarakan oleh
Universitas yang terkenal sebagai Universitas pencetak pendidik masa depan
tersebut.
Acara ini diadakan tepat pukul 09.00
waktu setempat, penampilan grup pertama dari lima grup yang akan tampil
menandai bahwa acara telah dimulai. Grup pertama membawakan drama bertemakan
“Ramayana” dalam balutan cerita dan setting yang lebih modern. Grup pertama
tampil dengan busana masyarakat jawa biasa dengan setting umum yakni rumah.
Awalnya, tidak ada yang mengira bahwa drama yang dibawakan grup pertama ini
adalah cerita Ramayana namun setelah tiba giliran grup tiga yang membawakan
cerita bertema sama maka akan kentara bahwa grup pertama tadi membawakan tema
yang sama dalam balutan lebih futuristis.
Selain cerita Ramayana, ada sebuah
grup yang membawakan tema yang menyindir kehidupan sosial masyarakat Indonesia.
Grup kedua menyampaikan pesan secara implisit sehingga bisa dibilang penonton
yang kurang mengerti dan kurang fokus terhadap drama mereka tidak akan merasa
disindir oleh grup dua ini.
Dari lima grup, tiga grup saja sudah
mewakili kualitas mahasiswa tingkat tiga Jurusan Sastra Indonesia Universitas
Negeri Malang. Ketiga grup masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan.
Grup pertama memiliki kelebihan di efek suara dan akting pemeran pembantu,
sedangkan akting pemeran utama wanita terkesan kaku dan kurang luwes. Grup
kedua kemahiran akting tiap pemeran bisa dibilang hampir merata, sayangnya ada
seorang pemeran pembantu yang aktingnya tidak cukup bagus dan kekurangannya
kurang bisa terkover sehingga pada adegan tertentu pemeran ini membuat drama
menjadi berkesan kurang mengena. Sedangkan grup ketiga memiliki pemeran dengan
akting yang hampir sama rata tetapi mereka bisa dibilang kurang bisa membuat
drama mereka menarik karena panjangnya dialog yang membuat penonton bosan.
Menilik cerita yang disampaikan,
sebenarnya masing-masing grup berhasil membuat cerita yang berat dan membuat
penonton mereka-reka apa yang akan terjadi. Selain menghadirkan klimaks,
rupanya penyaji drama menginginkan penonton membuat akhir drama mereka sendiri
karena dari ketiganya ending yang
dihadirkan tidak jelas.
Sebenarnya pelestarian budaya,
termasuk bahasa daerah bisa diimplementasikan dalam situasi dan kondisi yang
cerdas. Seperti tugas akhir mahasiswa Jurusan Sastra Indonesia ini.
Melestarikan budaya Jawa bisa dimulai dari hal yang paling kecil dan dimulai
dari lingkungan paling kecil. Melihat fasihnya para mahasiswa bertutur menggunakan
bahasa Jawa sepertinya kemauan pemuda masa kini terhadap budayanya sendiri
tidak melulu luntur oleh terjangan arus budaya Barat. Masih ada pemuda yang
peduli terhadap budaya mereka sendiri, masih terdapat kesadaran dalam diri
pemuda kita untuk melestarikan warisan nenek moyang. Oleh karena itu, sebagai
pemuda bangsa Indonesia baik Jawa, Batak, Sunda, Bugis, Minang, Papua alangkah
baiknya kita tetap menggunakan bahasa daerah sebagai bahasa sehari-hari.
Tulisan ini dimuat pada Harian Surya, 02 Januari 2013 dan e-paper Surya ini
Tulisan ini dimuat pada Harian Surya, 02 Januari 2013 dan e-paper Surya ini
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)