Kapitalisme Gerogoti Ketuhanan, Perekonomian Alami Resesi
Tanpa kita
sadari, perlahan tapi pasti Kapitalisme telah merasuk dalam sendi-sendi kultur
bangsa Indonesia. Negara yang berfondasi pada ide yang dituangkan oleh pejuang
kemerdekaan, Pancasila, kini mulai bergeser ke pandangan liberalisme dan
kapitalisme Barat. Rupanya imperialism Barat masih saja mengalahkan semangat
juang bangsa kita untuk berdiri sendiri dan melebarkan sayap Sang Garuda.
Tidak perlu malu
mengakui bahwa napas perekonomian bangsa ini tidak lagi didominasi sistem
ekonomi Pancasilais atau lebih banyak disebut sebagai ekonomi campuran. Bisa
dikatakan bahwa sistem perekonomian Kapitalis lebih banyak mendominasi blantika
roda perekonomian negara. Sebanyak 508 perusahaan tercatat sebagai emiten di
Bursa Efek Indonesia pada tahun 2015 dan 20 perusahaan BUMN telah diprivatisasi
dengan mendaftarkan diri di Bursa Saham.
Kapitalisme yang
menurut Triyuwono sarat dengan nilai maskulinitas dan memarjinalkan sifat
altruistiknya menjadi dewa dalam perekonomian negara majemuk ini. Sementara,
Indonesia sendiri ialah negara dengan berbagai macam suku dan budaya yang
memiliki local wisdom daerah yang
berbeda-beda pula. Kapitalisme yang mendominasi roda perekonomian memang dapat
menjadi jawaban universal bagi negara bhinneka ini, akan tetapi Kapitalisme
tidak mampu mengatasi masalah kesenjangan sosial yang kian menjadi-jadi dalam
tubuh masyarakat.
Kapitalisme yang
bersifat egois dan mementingkan keuntungan perusahaan semata kurang
memperhatikan faktor pendukung perusahaan lainnya, yakni manusia (tenaga kerja;
karyawan; buruh) dan alam. Sementara itu untuk memperbaiki citra negatif ini,
Kapitalisme menggunakan alat berupa CSR (corporate
social responsibility) untuk mendeklarasikan bahwa mereka mulai memperhatikan
alam. CSR bukanlah solusi nyata melainkan kamuflase sistem ekonomi Kapitalis
untuk menutupi keserakahan mereka menguras kekayaan alam dan kesejahteraan
masyarakat.
Karena
Kapitalisme adalah cinderamata negara Barat, oleh sebab itu Kapitalisme sarat
akan nilai sekuler atau memisahkan urusan keTuhanan dengan duniawi. Hal inilah
yang hilang dalam sendi perekonomian negara, sifat keTuhanan yang
dimarjinalkan. Hilangnya sifat keTuhanan menyebabkan pelaku ekonomi tersesat
dalam rimba keserakahan semata sehingga segala macam cara dihalalkan untuk
meraih satu tujuan, keuntungan yang berlimpah.
Dogma ekonomi
yang menyatakan bahwa manusia adalah homo
economicus (hewan ekonomi) membuat manusia buta mata. Tidak heran apabila
terjadi demo buruh meminta kenaikan upah, bukan hal yang salah bagi mereka.
Menurut kacamata entitas, demo buruh memang tidak bernilai sebab buruh
dipekerjakan dengan upah yang dianggap pantas. Entitas juga selalu ingin
menekan biaya agar target laba perusahaan tercapai, investor akan menyukai laba
yang besar, suntikan dana segar akan mengalir ke perusahaan. Akan tetapi buruh
juga manusia yang perlu bertahan hidup dengan uang.
Betapa
mengerikannya efek Kapitalisme dalam kehidupan, tak hanya dalam kehidupan
ekonomi. Perlahan tapi pasti sifat kasat mata yang melekat pada Kapitalisme,
seperti yang telah dijelaskan oleh Triywono yakni : Egois, Materialistis,
Sekuler bahkan Ateis telah meracuni pikiran bangsa kita. Sadar atau tidak,
bangsa ini mulai menuhankan materi (uang). Dari lapisan terendah hingga lapisan
tertinggi.
Kehilangan rasa
keTuhanan dalam diri masyarakat kita telah menggiring kita dalam kegelapan
dalam genggaman asing. Perjuangan merebut kemerdekaan akan sia-sia belaka
apabila kita terkungkung dalam penjara idealisme asing tanpa kita sadari. Sia-sia
saja perayaan kemerdekaan selama 79 tahun terakhir apabila masyarakat kita
masih bisa dijajah meski itu hanya dari sebuah ideologi.
Ekonom negara
boleh kukuh mempertahankan istilah ekonomi Pancasila, akan tetapi sila pertama
saja telah gagal dipenuhi oleh entitas-entitas yang tumbuh subur di bumi
khatulistiwa ini. Pelaku, pemilik dan entitas mulai lupa pada pemberi kuasa
mereka mengambil hasil bumi serta pemberi rezeki. Tujuan pendirian usaha
semata-mata hanya untuk mengenyangkan perut sendiri. Ekspansi usaha juga
dilakukan bukan untuk menyejahterakan masyarakat bangsa yang kurang beruntung,
akan tetapi untuk perut sendiri.
Diperlukan
sebuah dekonstruksi terhadap sistem perekonomian negara ini yang didominasi
oleh pandangan positivistik Kapitalis. Nyatanya menurut Mulawarman, sistem
Akuntansi IFRS yang memuat model Nilai wajar justru menyusahkan petani untuk
menekan biaya produksi tani mereka. Akuntansi saat ini tidak memihak pada
pelaku ekonomi skala kecil. Katakan saja SAK ETAP atau SAK Syariah yang hanya
berlaku bagi usaha dengan omzet lebih dari 500 juta.
Yang paling
utama adalah mengembalikan ruh keTuhanan dalam sendi perekonomian negara. Rasa
keTuhanan ini perlu ditanamkan dalam diri pelaku ekonomi agar pelaku tidak
mengejar kebutuhan materiil semata. Dengan keTuhanan, akan didapatkan nilai
tambah lain seperti yang dijelaskan Triyuwono yakni nilai tambah mental dan
spiritual yang dijelaskan secara kualitatif.
Mengabaikan
oposisi biner, sistem pelaporan akuntansi agaknya tidak hanya kuantitatif untuk
menunjukkan situasi perusahaan. Investor diharapkan memiliki kesadaran untuk
turut berkontribusi dalam kesejahteraan bersama dengan memperhatikan laporan
kualitatif.
Kedua,
distribusi nyata keuntungan entitas pada masyarakat untuk mewujudkan kemanusiaan
yang adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem ekonomi Kapitalis tak dipungkiri lagi sebagai penyebab utama kesenjangan
sosial yang kian curam di tengah masyarakat saat ini. Adaptasi kearifan lokal
diperlukan pula untuk membentuk sistem ekonomi yang adaptatif serta dapat
diterapkan di masyarakat majemuk ini.
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)
In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)