Toleransi (?)

Sebenernya sih ane mau sharing tentang apa yang ada di pikiran ane sejak kemarin ya. Ane baca begitu banyak perdebatan di sosial media mengenai "Ucapan Selamat Natal" bahkan MUI memfatwakan ucapan semacam ini haram. Tentu saja ada pro dan kontra karena kita hidup di dunia yang punya dua sisi, positif dan negatif. Nah, sekarang ane mau bahas dari kacamata ane dulu. No offense ya.

Buat ane pribadi, ane lebih memilih menghormati perayaan keyakinan lain dengan tidak berucap sepatah kata pun karena ane memegang teguh keyakinan ane. Bagi ane, dalam Surat Al-Kafiirun ayat 6 udah jelas, "Lakum diinukum waliyaddiin" atau Untukmu keyakinanmu untukku keyakinanku. Bagi ane, khususnya buat para Muslimin yang berdebat ya, yakinlah pada apa yang kalian yakini. Hal yang seperti itu tak usah didebatkan karena udah tertera dengan begitu jelas dalam Kalamullah. Kalau kalian meyakini bahwa mengucapkan tidak apa-apa ya silahkan, tidak usah digembar-gemborkan. Dosa maupun tidak itu kan sudah Hak prerogatif Allah. Dan bagi kalian yang tidak mau ngucapin, (kayak ane) ya sudah sama aja, diam saja engga usah memprovokasi atau bahkan mengeluarkan fatwa seperti itu. Semakin kita bersikap kaku seperti itu, semakin kita menunjukkan permusuhan maka orang di luar lingkaran Muslim kita akan menganggap kita memang barbar padahal Rasulullah tidak pernah mengajarkan kita bersikap barbar. Rasulullah senantiasa mengajarkan sifat kasih dan damai, tapi ane enga menemukan itu di tubuh masyarakat Muslim dewasa ini. Miris. 

Juga, buat orang yang berkeyakinan bahwa "itu hanya ucapan", kalau menurut ane sih ada beberapa dari kalian (engga semua) yang mengucapkan itu hanya sebagai bentuk pujian atau bisa ane bilang cari muka kepada orang non-Muslim. Bisa ane bilang juga kalian butuh pujian dan ucapan terima kasih, kalian menjaga relasi yang sebenarnya rapuh. Kalau menurut ane, lebih baik bersikap netral saja tidak perlu ada niatan mendapat pujian atau imej "ini loh Islam toleransi (tapi kebablasan)". Buat ane, dengan diam kita tidak butuh pujian manusia kita cuma butuh Ridho Allah. Dengan diam kita tidak menyulut kobaran api perbedaan keyakinan. Benar bukan?

Bukannya ane underestimate sama orang Nasrani, toh ane loh punya banyak teman Nasrani bahkan ane juga pernah menjalin hubungan sama orang Nasrani tapi ane diam dan tidak mengatakan apapun juga mereka engga protes kok, biasa aja. Jadi gak perlu lah cari muka gitu, ingatlah apa yang sudah diturunkan oleh Sang Pencipta. Kita boleh toleran tapi bukan berarti kita plural kan? Kelihatannya memang hukum "pewajaran" banyak dianut oleh Muslim dewasa ini. Ane emang bukan orang lain, ane bahkan punya dosa yang banyak tapi ane memegang teguh prinsip ane. "Pewajaran" itu memang membuat kita seringkali lupa sama apa yang sudah ditetapkan olehNya, maka apakah kita harus terus menerus "mewajarkan" sesuatu? Maka dari itu, yakini apa yang kita yakini.

Dan bagi kalian orang-orang di luar kami, kalian boleh memberi kami ucapan Selamat berhari Raya dan sebagainya, kami menerima dengan senang hati, tetapi kami harap kalian tidak mengharap imbalan. Kami yang diam ini juga tidak termasuk dalam orang tidak toleran dan juga tidak termasuk orang-orang yang sombong. Inilah cara kami menetralisir perbedaan. Kami meneladani Rasul kami, sesungguhnya Rasul kami juga mengasihi kalian seperti umatnya sendiri. Maafkan kami jika kami hanya terdiam, kami hanya menghormati dalam diam. Dan kalian boleh bilang kalau Natal bukan cuma milik umat Kristiani tetapi milik semua orang (bersifat universal), bagi kami mengikuti budaya kalian sama saja kami meyakini keyakinan kalian. Jadi mohon maaf sebelumnya, kami bertoleransi dengan diam dan tidak mengikuti kalian. Terima kasih dan mohon pengertiannya.

Dan ironisnya, ketika orang-orang berlomba-lomba menyebar ucapan selamat Natal kepada orang Nasrani kemarin. Hari ini ketika peringatan Tsunami 26 Desember, hanya sedikit orang yang mengingat. Sungguh Ironis, beginikah Muslim Indonesia sekarang?

Comments

  1. Memang kalau ditelaah lagi hukumnya sudah ada, namun beberapa pihak membuat bingung dengan mengatasnamakan toleransi tersebut. Repot memang hidup di era "Global"isasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. karena Global itulah sekarang umat Muslim terbiasa dengan namanya "pewajaran".

      Delete

Post a Comment

Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)

In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)