Teknologi, Virus atau Obat?
Kehadiran teknologi dewasa ini memang memberikan begitu banyak kemudahan, kemudahan mengakses informasi, kemudahan berkomunikasi serta kemudahan melakukan berbagai macam hal yang memiliki urgensi tinggi. Namun seperti segala hal yang ada di dunia ini, teknologi juga memiliki dua sisi. Satu sisi positif dan sisi negatif yang mengikut sebagai tandingannya.
Kelancaran akses internet dan munculnya perangkat elektronik canggih di jaman modern ini turut berperan dalam kehidupan sosial manusia yang terlibat sebagai brainware di dalamnya. Siapa sih yang tidak memiliki handphone jaman sekarang? Bahkan di negara berkembang seperti Indonesia, tukang becak saja memiliki handphone.
Tidak berhenti sampai di handphone saja, gadget serta perangkat elektronik yang mengalami pengembangan fungsi terus menerus berinovasi semakin bermunculan. Bahkan mungkin dalam kurun waktu lima tahun mendatang keberadaan PC desktop tak akan ada lagi dan hampir semua orang menenteng PC tablet. Internet juga bisa saja beralih fungsi menjadi kebutuhan primer semua orang untuk berkomunikasi, nah lho!
Perkembangan teknologi inilah yang menjadi sorotan utama kita, apakah dia membawa manfaat? Atau justru mudharat yang merugikan bangsa manusia? Atau akankah ada peluang di masa depan bahwa lambat laun bangsa kita akan diinvasi oleh bangsa robot? Jaman sekarang saja kita sudah bisa membaca bahwa lama-kelamaan kita (manusia) menjadi semakin jauh dengan manusia yang lebih dekat dengan kita serta sebaliknya, menjadi semakin dekat dengan manusia yang jauh dari kita. Lantas, apakah kita akan membiarkan gejala jauh di mata dekat di hati merajalela?
Berikut ini akan Saya paparkan beberapa gejala penyakit akibat cepatnya perkembangan dan inovasi teknologi yang mulai menjangkiti masyarakat.
- Procrastinating
- Less social-life
- Machine Oriented
- Gadget addict
- Show Off Disorder
Menunda-nunda. Menjamurnya sosial media serta game online membuat masyarakat kita, terutama kaum muda, menjadi sosok yang sangat suka melakukan penundaan pekerjaan. Keasyikan main twitter atau facebook menjadi salah satu contoh sisi negatif penggunaaan sosial media yang sebenarnya bertujuan sebagai media penjalin silaturahmi. Penundaan pekerjaan seperti ini diderita oleh generasi muda yang aktif eksis di sosial media. Seringkali ketika tujuan utama mencari tugas lewat internet tiba-tiba fokus terdistraksi untuk login ke sosial media dan melupakan tujuan awal untuk mencari tugas bukan? Tanyalah pada mahasiswa!
Memang keberadaan sosial media sangat berguna, salah satu contohnya adalah menemukan teman yang telah lama menghilang ditelan bumi. Akan tetapi seperti yang sudah disebutkan di atas, penggunaan sosial media dalam jangka waktu yang lumayan sering akan mengendurkan interaksi sosial sebenarnya dengan manusia yang berada di dekat user pada saat yang sama. Kita bisa menjadi dekat dengan teman lama karena dihubungkan oleh Path tapi kita jauh dengan teman yang saat ini dekat dengan kita. Anak-anak zaman sekarang yang sudah berbekal gadget canggih juga menjadi jarang keluar rumah hanya karena keasyikan mainan gadget pemberian orang tuanya, berbeda dengan zaman dulu ketika keceriaan anak-anak membaur menjadi satu di lingkungan yang disebut perkampungan.
Tidak tahu sesuatu? Tanya saja pada Google! Yeah, mesin pencari dari Amerika ini telah sukses menjadi penyedia jawaban segala macam pertanyaan yang muncul di benak kita. Memudahkan? Sangat memudahkan! Kita tidak perlu repot-repot pergi ke perpustakaan dan mencari buku mengenai pertanyaan yang kita cari jawabannya, hanya perlu mengetikkan keyword di mesin pencari Google dan Voila! Ketemu jawabannya (baik dari sumber relevan maupun tidak relevan). Hal inilah yang membuat kita menjadi machine oriented, apa-apa bisa dicari di Google. Masalah apapun akan terjawab oleh Google, sehingga kita menjadi jarang bertanya pada orang yang lebih mengerti. Jarang menyambangi perpustakaan dan berinteraksi dengan pengunjung perpustakaan yang lain. Otak kita akan menjadi sulit berkembang dan berpikir mandiri karena kita juga bisa salin-tempel jawaban dari Mbah Google!
Ini adalah efek sampingan dari perkembangan teknologi yang menyebar cepat bagai virus. Untuk menjadi user yang up to date serta eksis dibutuhkan pula perangkat yang memadai dan sophisticated. Hal ini yang kemudian menimbulkan penyakit nomor 4, Gadget addict. Ditambah lagi dengan sifat latah orang Indonesia yang suka banget ikut-ikutan ketika produk teknologi terbaru diluncurkan. Ingat jaman BlackBerry menjadi smartphone sejuta umat di negara ini? Kali ini beribu rakyat Indonesia mulai beralih dari BB user menjadi android user. Tidak buruk, hanya saja akan timbul pertanyaan: Apakah kita benar-benar membutuhkan gadget terbaru itu sekarang?
Menjadi bangsa yang melek teknologi bukanlah hal yang buruk, tapi hendaknya kita bisa memilah mana yang sebenarnya kita butuhkan dan mana yang sebenarnya lapar mata.
Menjadi bangsa yang melek teknologi bukanlah hal yang buruk, tapi hendaknya kita bisa memilah mana yang sebenarnya kita butuhkan dan mana yang sebenarnya lapar mata.
Penyakit terkahir ini tidak hanya menjangkiti warga negara Indonesia, saudara setanah air saja namun hampir seluruh belahan dunia terjangkit. Munculnya media sosial pelampir foto (e.g : Instagram) membuat user menjadi semakin suka pamer. Kalau zaman sebelum ada smartphone orang-orang pergi ke restauran hanya untuk makan, sekarang mereka berwisata kuliner hanya untuk memotret makanan yang akan mereka makan. Kalau zaman dulu orang merasa lapar kemudian makan, maka orang zaman sekarang memamerkan rasa laparnya lewat update status di Facebook (berharap akan ada delivery dari M*D datang secara tiba-tiba di ambang pintu mereka). Ajaib bukan?
Rasa-rasanya teknologi melulu membawa dampak buruk ya? Sebenarnya tidak kalau kita manusia (brainware) menggunakan teknologi dengan benar-benar bijak. Banyak hal yang dibuat untuk memudahkan pekerjaan kita tapi tak seharusnya kita menyelewengkan hal yang memiliki lebih banyak manfaat untuk kita ketimbang menggunakan mudharatnya. Tidak ada yang melarang penggunaan akun sosial media atau internet, kembali lagi pada diri kita masing-masing apakah kita masih akan menggunakannya hanya untuk prestige, pujian dari orang lain, atau pamer belaka? Saya rasa penemu teknologi tidak merancang seabrek-abrek gadget canggih hanya untuk membentuk kita menjadi manusia berpenyakit seperti itu bukan?
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)
In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)