Resensi Buku : Critical Eleven


Sebetulnya review ini termasuk telat banget setelah tanggal rilis buku ini. Tapi apalah resensi bukanlah hal yang basi kan?

Sebelumnya aku ingin berterima kasih pada lelakiku yang terkasih karena telah mau "kupalak" untuk membelikanku buku karangan Mbak Ika, penulis lokal yang menjadi inspiratorku. Bahkan sebelum anak Mbak Ika yang ketujuh ini terbit, euforia penyambutan kelahirannya luar binasa. Strategi marketing yang bagus Mbak Ika!! Buku ini adalah satu dari dua buku yang menjadi hadiah kelulusanku dari lelakiku, sosok nyata dari seorang Aldebaran Risjad dalam hidupku. Bisa dibilang Aldebaran Risjad adalah versi fiktif dan tampan dari lelakiku ini. Ah, aku belum tahu apabila Ale ini karakternya mirip sekali dengan orang yang membelikanku buku ini, Critical Eleven.

Dalam dunia penerbangan, dikenal istilah
Critical Eleven yakni 11 menit paling darurat karena secara statistik 80% kecelakaan terjadi pada rentang waktu ini, 3 menit saat take off dan 8 menit sebelum landing. Sama halnya dengan istilah dunia penerbangan, mengenali seseorang juga hanya butuh waktu 11 menit. 3 menit pertama untuk menampilkan kesan pertama kita dan 8 menit terakhir untuk menentukan apakah orang itu hanya cukup dianggap sebagai sebatas teman perjalanan atau justru ingin kita temui lagi. Dari istilah penerbangan itulah kisah ini dimulai, kisah Ale dan Anya.
20 halaman pertama buku ini menyinggungku, jujur. Kondisi Anya dan Ale yang digambarkan Mbak Ika sama persis dengna kondisi yang kualami beberapa hari sebelum membaca Critical Eleven, yah meski Critical Eleven menceritakan masalah rumah tangga sementara aku belum berumah tangga. Begitu aku membaca Critical Eleven, rasanya aku membaca ramalan cerita hidupku sendiri di masa mendatang (kesannya resensi ini personal sekali). Bagaimana tidak? Wong keadaan Ale dan Anya mirip dengan keadaanku.

Begitu selesai membaca buku ini, rasanya tubuh dialiri air segar dan sejuk, lega. Lega karena pembaca telah melewati masa-masa sulit Ale dan Anya, lega karena segala macam emosi diakhiri dengan manis. Gaya penceritaan Critical Eleven masih sama dengan buku Mbak Ika sebelumnya, terutama Antologi Rasa. Bedanya, porsi kebahagiaan dan kesedihan dalam buku ini disajikan berimbang dan bergantian. Sepersekian menit kita merasa begitu bahagia bahkan merasa iri pada kemesraan Ale dan Anya, Mbak Ika mampu menggiring kita untuk menikmati masa kasmaran Ale dan Anya. Betapa sempurnanya pasangan seperti Ale dan Anya, tak ada cacat. Sepersekian menit berikutnya Mbak Ika menghujami kita dengan potongan kisah yang pahit dan pedih.

Hal yang selalu kusuka dari gaya kepenulisan Mbak Ika adalah eksplorasi karakter yang begitu konkret dan mendalam. Diceritakan menggunakan sudut pandang orang pertama, Mbak Ika selalu bisa bercerita seolah karakter yang dia ciptakan itu nyata. Ketika membaca bagian Ale, maka pembaca akan merasa bahwa dirinya adalah Ale begitu pula sebaliknya. Ketika membaca bagian Anya, maka segala pikiran Anya akan mengubah diri kita menjadi Anya. Betapa jelas dan mengalirnya perasaan yang digambarkan dalam bentuk tulisan itu.

Plot yang disuguhkan sebetulnya begitu sederhana dan menurut penilaianku novel ini begitu pedih. Dalam skala 0-10, kepedihan novel ini berada di skala 8. Hampir seperti menonton sinetron atau film drama, kesannya tua tapi masih ngepop tapi bukan metropop. Aku sangat suka gaya bercerita Mbak Ika yang mengalir sehingga pembaca akan tergerak untuk membaca Critical Eleven hingga tamat tanpa terpotong-potong.

"Pengetahuan seseorang dapat dinilai dari buku apa saja yang ia baca," begitulah kata seorang Dosen. Tak hanya sekedar fiksi, Critical Eleven diperkaya dengan beberapa literatur dan sumber-sumber baik itu ilmiah atau film. Hal ini menunjukkan bahwa unsur ekstrensik karya ini begitu kaya, begitu luasnya knowledge Mbak Ika dan begitu matangnya observasi yang dilakukannya. Pantas saja kalau buku ini menyandang title National Best Seller. Mungkin Critical Eleven tak hanya amusing, bahkan buku ini mencakup keunggulan inspiring dan educating.

Bahkan buku ini bisa menyalip Antologi Rasa sebagai novel Mbak Ika paling favorit. Dari semua novel Mbak Ika yang pernah ku baca, Critical Eleven juaranya!!

Rating:  ★ ★ ★ ★ ☆

Comments