Menilik si Kambing Hitam, GAFATAR
Santer diberitakan sejak dokter cantik dari Jogja, dr. Rica, menghilang dan ditemukan di Pangkalan Bun, Kalimantan. Penyebab hilangnya dokter muda diduga akibat keikutsertaannya dalam organisasi masyarakat yang bergerak di bidang sosial, Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) yang kini disebut juga sebagai NKSA (Negara Karunia Semesta Alam). Sejak berita banyaknya orang Jawa Tengah yang menghilang mencuat, ormas bersimbol matahari terbit dengan warna kebesaran jingga ini semakin disudutkan di media manapun. Tulisan ini turun tidak berujuan untuk menyudutkan ormas ini atau pelakunya akan tetapi memberikan pelurusan pemahaman dan membahas sisi lain dari ormas yang diketuai oleh Mahful M. Tumanurung.
Keterikatan penulis dengan Gafatar bermula dari dua orang sahabat penulis yang bergerak dalam ormas ini, hal ini bukan berarti penulis juga merupakan anggota ormas ini. Penulis hanya mengamati ormas ini sebagai orang luar bahkan penulis juga sempat melakukan observasi di DPK Gafatar Kota Malang dua tahun lalu.
Penulis kira pemberitaan dan reaksi masyarakat terhadap ormas ini belakangan terlalu berlebihan. Kenapa? Gafatar bila dilihat dari segi operasional dan kegiatan tidak mengandung (belum mengandung) muatan gerakan pemberontakan atau gerakan separatis, yakni ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penulis bersimpati terhadap para eks-Gafatar yang saat ini dipulangkan paksa dan perkampungan mereka yang dibakar tanpa ada penyelidikan atau pemahaman lebih lanjut mengenainya. Lantas apakah penulis membela Gafatar? Dari segi sosial, Ya! Penulis membela Gafatar. Bagaimanapun mereka masih penduduk NKRI, sesama warga negara Indonesia tak seharusnya menyakiti satu sama lain bukan?
Bayangkan apabila kondisi yang dialami oleh anggota Gafatar menimpa Saudara? Apakah Saudara merasa itu adil? Hal ini tidak adil karena masyarakat masih awam dan termakan oleh pemberitaan media sehingga melakukan tindak anarkis serta berakibat buruk bagi sesama saudaranya. Menurut penulis dari kacamata orang awam, Gafatar tidaklah melakukan doktrin gerakan separatis. Setidaknya begitulah yang penulis dapat ketika melakukan observasi. Misi Gafatar adalah mewujudkan masyarakat sosial dan meningkatkan ketahanan pangan. Bukankah misi mereka ini membantu pemerintah untuk membentuk bangsa yang kuat secara moral dan ekonomi? Lantas mengapa mereka diperlakukan semena-mena?
Dengan alasan bahwa Gafatar melakukan penyesatan memang tak bisa dipungkiri. Dari segi akidah, penulis juga tak mengamini hal ini. Jauh sebelum Gafatar dibentuk, penulis sempat mencicipi aliran pluralisme yang dicetuskan oleh Ahmad Musadeq (pentolan Gafatar, pencetus Milah Abraham). Ya! Penulis tidak menyetujui doktrinasi keyakinan semacam ini. Akan tetapi hal ini tidaklah menjadi alasan kuat bagi kita untuk memperlakukan anggota Gafatar secara semena-mena bukan? Biarkanlah masalah keyakinan menjadi privasi bagi pemeluknya tanpa harus mencampuradukkannya dalam bentuk kepentingan pribadi. Penulis juga sempat menghindari sahabat penulis yang mempercayai aliran itu akan tetapi penulis sadar selama penulis tetap berpegang teguh pada keyakinan yang penulis yakini maka biarkanlah dia berbuat apa yang dia mau. Toh, kita juga bukan Tuhan yang berhak menilai keyakinan seseorang itu sesat atau tidak? Kita hanya bisa mengamalkan Hablum Minan Naas, menjaga hubungan dengan saudara sesama manusia.
Mungkin wajar apabila reaksi masyarakat awam timbul akibat keresahan indoktrinasi berbau kepercayaan tersebut. Namun bila ditelisik lagi, bukankah sikap penentangan dan penghakiman hanyalah kedok bagi kita, umat Muslim, untuk menutupi insekuritas? Kalau kita sebagai seorang Muslim saja insekur akan kepercayaan kita, masihkah kita bisa dianggap sebagai seorang Muslim yang baik? Perkara seseorang memilih untuk ikut indoktrinasi tersebut atau tidak, bukankah itu telah menjadi pilihannya? Perkara dia masuk surga atau neraka, bukankah itu sudah menjadi hak prerogatif Tuhan? Lalu apa landasan kita, umat Muslim (masyarakat awam), menolak keberadaan mereka dengan menghancurkan cita-cita mereka untuk mewujudkan masyarakat yang berakhlak? Bukankah dengan bersikap demikian kita sendiri menjadi tidak berakhlak? Bahkan mereka tidak menyakiti kita, umat Muslim (masyarakat awam), secara fisik dan mental.
Lagipula, kembali lagi ke ideologi Gafatar, sebagai orang luar (yang juga pernah melakukan observasi di organisasi tersebut dan memiliki dua orang dekat sebagai anggota ormas) saya tidak menemukan tanda-tanda gerakan separatis dari ormas ini, tidak seperti partai terlarang lain yang gerakannya nyata-nyata terselubung tapi tak diwaspadai. Selagi Gafatar berkeinginan untuk mewujudkan Pancasila, mengapa tak kita biarkan saja mereka hidup dalam kedamaian? Selagi ideologi Pancasila tak diusik oleh mereka, mengapa kita harus menghukum mereka tanpa alasan yang logis? Mungkin saja beberapa orang mengkhawatirkan bahwa ormas ini akan menggilas Pancasila karena pencetus mereka adalah seorang mantan NII, mungkin. Meski demikian, sekali lagi, selama ideologi bangsa kita Pancasila dan terdapat ormas yang ingin memperjuangkannya KENAPA TIDAK?
Lucunya gerakan yang jelas-jelas tak sesuai dengan ideologi Pancasila malah didukung oleh bangsa ini. Mengapa oh mengapa rakyat negara ini jungkir balik? Mungkin pemberitaan segala sisi negatif Gafatar hanyalah kambing hitam untuk memecah belah persatuan bangsa dan membiarkan agenda ideologi terselubung berkembang dengan nyamannya. Intinya, waspadai segala gerakan yang berbau separatis atau mengancam ideologi Pancasila karena ideologi yang paling tepat bagi bangsa ini hanyalah ideologi Pancasila. Selama sebuah ormas tak mengancam ideologi Pancasila, maka biarkanlah mereka tetap ada. Jangan sampai kita terpecah belah, jangan sampai kita jatuh dalam adu domba media dan orang-orang di baliknya.
Menilai sesat atau tidaknya suatu paham itu hak Tuhan :)
ReplyDelete