Menjadi Seorang INTX

Postingan kali ini berbau agak serius, engga seserius itu sebetulnya karena otak ini sudah lelah karena harus memandang layar lebih dari 8 jam per hari dan diperas untuk memilih kata-kata indah. Dan kebetulan saat ini sudah malam jadi yah maafkan bila nanti obrolannya agak melantur. Well, kamu melantur pun gakpapa karena gak ada yang bakal membaca blogmu hahaha.

Jadi, ada sebuah tes psikologi yang agak kupikirkan dengan cukup keras selama beberapa hari terakhir. Hal ini berkaitan dengan hasil tes berbeda yang kudapatkan. Tes psikologi tersebut adalah tes MBTI (Myers Briggs Type Indicator). Menurut Wikipedia, MBTI merupakan instrumen tes psikologi yang diciptakan oleh Katherine Cook Briggs bersama anaknya Isabel Myers Briggs. Tes psikologi ini sendiri mulai dipublikasikan pada tahun 1944.

MBTI merupakan sebuah instrumen untuk meneliti kepribadian seseorang berdasarkan kerangka psikologi yang dikemukakan oleh Carl Jung, istilahnya MBTI ini adalah penyempurnaan teori Carl Jung dan digunakan hingga saat ini. MBTI menggunakan kuesioner untuk mengukur kepribadian seseorang yang dipetakan menjadi 8 bagian besar. Dari 8 bagian tersebut akan ditemukan kombinasi sehingga terbentuk 16 kepribadian yang berbeda.


Aku sendiri tergolong dalam kepribadian INTP (menurut tes berbahasa Indonesia) dan INTJ (menurut tes bahasa Inggris). Mulanya aku sedikit heran kenapa ya kok hasil tesku berbeda untuk bahasa Indonesia dan bahasa Inggris, apakah ini berarti bahasa Inggrisku engga bagus? Kalau iya kenapa kok cuma belakangnya aja yang beda?

Well, sebetulnya gak ada problem sama sekali sih mau INTP atau INTJ tapi tetap saja aku penasaran. Awalnya aku hanya mengambil dua tes dengan bahasa yang berbeda namun karena mendapatkan hasil yang beda aku jadi tergelitik untuk membuktikannya dengan mengambil beberapa tes lagi. Jadi aku telah menyelesaikan setidaknya 6 tes (4 bahasa Inggris, 2 bahasa Indonesia). Dari hasil tersebut INTJ unggul 4 tes dari INTP. Jadi, apakah aku seorang INTJ?

INTJ sendiri merupakan salah satu kategori yang cukup langka, hanya ada sekitar 2-4% orang di dunia yang menjadi seorang INTJ, Gita Savitri, Ellon Musk, dan Christopher Nolan contohnya. Sementara itu INTP ada sekitar 3-5% dari populasi dunia. Tokoh INTP paling terkenal adalah Albert Einstein, ya secara INTP memang adalah seorang scientist. Kalian bisa cari tahu lebih jauh tentang INTP di sini dan INTJ di sini.


Yang membuatku agak berpikir keras sebetulnya adalah kecenderunganku untuk menjadi seorang yang perceiving sekaligus judging. Perceiving menurutku adalah sifat yang baik. Sebab dengan perceiving, seseorang dapat melihat suatu hal dari kedua sisi, berpikiran terbuka, tidak defensif, dan masih mau menerima perbedaan. Seperti kata pepatah, "Mind is like parachute, it won't work if it wasn't opened." Singkat kata INTP adalah pribadi open minded.

Berbeda dengan INTJ yang memiliki karakter judgement. Orang-orang judgement seringkali menganggap benar apa yang dipikirkannya dan cenderung defensif dalam menanggapi masukan orang lain. Kadang orang judgement juga terlalu menyimpulkan sesuatu berdasarkan sesuatu yang dilihat dari surface saja. Hal ini yang cukup membuatku keberatan untuk menjadi seorang INTJ. Well, suka atau tidak aku termasuk golongan judgement btw.


Karena hasil tesku yang berbeda ini, aku jadi berpikir apakah ini berarti bahwa sisi Judgement dan Perceivingku seimbang? Bila iya syukurlah, bila tidak aku harus menyeimbangkannya. Sebab dalam hidup semua memang harus seimbang. Kita tak bisa terus-terusan menggunakan otak atau logika untuk memutuskan sesuatu, kita juga masih membutuhkan hati untuk menimbang baik buruk suatu hal. Kita juga tak bisa terus menerus menuruti hati karena seringkali perasaan memiliki intuisi yang salah. Intinya, otak dan hati harus seimbang, perceiving dan judging juga harus seimbang.

Ada suatu masa di mana seseorang harus dapat membuka pikiran dan menerima masukan. Namun ada suatu kondisi pula yang membuat orang tersebut membuang apa yang menurutnya tidak benar. Oleh sebab itu istilah INTX aku ciptakan di sini. Tak peduli apapun hasil tesku, yang jelas aku memiliki keduanya. Perceiving and Judging, dan itu bukan hal yang buruk. Bila diingat lagi, kondisi psikologi seseorang tidak ada yang pasti. Menurut temanku yang kuliah di jurusan psikologi segala macam instrumen tersebut memiliki kadar validitas yang tak bisa digunakan secara pakem.

Pernyataan sebelumnya memang benar bila dinilai bahwa tidak ada hal yang mutlak di dunia ini. Pun sama halnya dengan pengetahuan, apalagi tes psikologi. Instrumentasi semacam ini hanya membantu mengarahkan seseorang untuk mencapai apa yang dia inginkan atau mengukur seberapa pantas seseorang bekerja di tempat tertentu. Akhirul kata, ya tulisan ini cuma iseng aja. Gak usah dipikir serius hahaha.

Comments