Renungan, Keluhan, dan Arti Bersyukur

Salzburg, Austria
Sudah lama sejak terakhir kali aku curhat di blog ini. Karena fungsi blog ini sudah mulai agak komersil dan informatif, aku jadi alpa dalam menuliskan keresahan di sini. Rasanya seperti sudah bukan tempatnya lagi untuk menulis hal-hal yang berkenaan dengan pribadiku. Sebenarnya aku punya platform lain untuk meninggalkan keluh kesah. Namun karena satu dan lain hal, kali ini aku akan membuka diriku kembali pada pembaca setia blog ini. Tujuannya mungkin agar aku lebih membumi dan siapapun dari kalian yang membaca tulisan ini, akan jadi lebih dekat denganku.

Beberapa waktu terakhir aku kerap kali berpikir, "Apakah aku sudah mengambil keputusan yang tepat?" Tepat dalam hal memilih jalan karir, tepat dalam mengambil tindakan apapun hingga hari ini. Aku sudah sering menyinggung bahwa aku bukanlah orang yang dengan mudah menyesali apapun keputusanku. Kalau memang ujung-ujungnya keputusan itu merugikanku, ya aku sudah siap bertanggung jawab penuh atas konsekuensinya. Kasus terbaru adalah memilih untuk berkarir di sebuah perusahaan milik negara ini.

Dibilang menyesal, tidak. Dibilang bahagia, sepertinya belum. Ada begitu banyak hal di dalam perusahaan ini yang sebenarnya bertentangan dengan prinsip yang kuanut. Meski berbeda, sebenarnya tidak terlalu signifikan dan aku masih bisa menoleransinya. Hanya saja, kekhawatiran itu tak bisa dengan mudah dienyahkan. Contohnya kekhawatiran mengenai bagaimana masa depanku di perusahaan ini?

Dalam waktu dekat, akan tiba saatnya aku menerima takdirku. Apakah akan ditempatkan di departemen dan lokasi yang aku inginkan? Atau sebaliknya? Bila pilihan pertama yang jatuh padaku, tentu saja aku akan sangat berbahagia dan akan bekerja sepenuh hati. Namun bila pilihan kedua yang harus kuhadapi, apakah aku akan semampu dan sekuat itu? Aku sadar betul dengan konsekuensi segala pilihanku atau jalan takdir yang akan membawaku nanti, tapi aku masih khawatir kalau-kalau nanti ternyata aku akan menyesali keputusan yang telah kubuat sedari awal.

Aku adalah orang yang naif. Hampir dalam segala hal, aku selalu memandang permasalahan dengan optimis. Aku yakin semua masalah pasti punya jalan keluar sama halnya dengan aku yang selalu memiliki rencana dan prioritas. Baru aku sadari bahwa kini aku tidak punya rencana atau prioritas, setidaknya dalam jangka pendek. Kalau-kalau nanti realita tidak sesuai dengan ekspektasiku, aku tidak memiliki langkah antisipasi. Mungkin ini juga yang menambah rasa kekhawatiranku akan masa depan. Aku memang tidak pernah berpikir matang tapi aku selalu punya rencana cadangan. Kali ini tidak.

Lantas apakah aku mengeluh begitu saja?

Sebenarnya aku juga bersyukur. Di balik semua rasa ketidakpuasan atau kekecewaan ini, aku lagi-lagi bertemu dengan orang-orang yang justru memberikanku pelajaran. Aku bahagia dengan hidupku saat ini, aku bahagia berada di sekeliling orang-orang yang semakin membuka mata dan paradigma berpikirku. Aku bahagia hidup bebas dan berinteraksi dengan berbagai macam manusia, mencicipi pengalaman yang berbeda, dan menjalani hal-hal yang kuinginkan. Kebebasan yang baru bisa kutebus setelah seperempat abad hidup di dunia ini.

Aku sangat bersyukur bahwa aku bisa belajar untuk lebih memahmi orang lain, aku bersyukur dengan rasa sakit dan perih yang kualami. Tanpa hal-hal tersebut, mungkin aku tak akan jadi setangguh sekarang. Memang benar, untuk menjalani sesuatu yang terasa berat kuncinya hanya ikhlas.

Meskipun tak dipungkiri juga, aku masih merindukan kehidupan lamaku dan satu momen terbaik dalam hidupku yaitu kesempatan untuk bersekolah di Inggris. Kalau kau tanya aku, sampai sekarang mungkin aku akan memilih sekolah sebagai pelipur laraku. Dibandingkan bekerja, tentu saja lebih mudah dan menyenangkan bagiku untuk sekolah lagi. Tapi hidup tidak hanya sampai di situ kan? Aku harus mengejar mimpi-mimpi yang belum tersampaikan. Aku juga harus menjajal lingkungan yang jauh berbeda jika ingin naik satu level lagi di ujian kehidupan ini.

Mungkin saat ini aku memang belum puas dengan apa yang tengah kulakukan atau kuterima. Agar aku tetap sadar dan waras, rasanya aku perlu melihat ke bawah. Banyak sekali orang yang ingin berada di posisi yang sama denganku tapi mereka belum mendapatkan kesempatan itu. Rasanya akan jadi sangat kurang ajar jika aku masih rakus. Terlepas dari berat atau tidak, sesuai dengan harapanku atau tidak, aku harus mulai belajar menerima. Mengeluh tak masalah tapi hal itu tidak boleh menahanku untuk tetap melaju di jalan yang sudah kupilih.

Dan terima kasih untuk selalu menjaga diri agar tetap waras. Yang perlu dilakukan setelah ini hanyalah berjalan terus dan tidak lupa dengan tujuan awal. Kalau lupa tujuan awal, postingan ini akan mengingatkan dan menguatkan. Bahwa aku yang begitu-begitu saja bisa jadi luar biasa kalau mau bertahan dan bersyukur. 

Comments