A Beat of Consistency


Kalau aku buka postingan ini dengan bilang "Selalu ada hikmah di balik musibah", kira-kira apakah kalian akan terjebak dalam toxic positivity? Beberapa waktu lalu, aku mendengar podcast dari orang yang paling kusayang, Jae DAY6. Di dalam podcast tersebut, salah satu kalimat yang paling sering diutarakan oleh orang yang dibilang menyebarkan toxic positivity adalah "There must be a silver lining after this" yang artinya kurang lebih sama dengan kalimat di awal paragraf ini. Tapi yang ingin aku coba yakinkan pada kalian semua adalah postingan ini bukan toxic positivity, melainkan caraku dalam mengatasi hal-hal yang kurang mengenakkan selama tahun 2020. Tahun yang kita semua tahu, cukup membawa penderitaan panjang bagi kita.

Bulan Maret 2021 nanti, tepat satu tahun kita nggak bisa kemana-mana. Travelling nggak bisa, nonton bioskop nggak bisa, nonton konser nggak bisa, dine in di luar pun nggak sebebas masa-masa sebelum pandemi bermula. Di dalam keterbatasan itu, anehnya aku justru menemukan hal-hal baru. Hal-hal baru inilah yang membuatku justru merasa lebih wise, sehat, dan stabil secara mental.

THE BEAUTY OF DRUM


Untuk kali pertama dalam hidup, aku belajar main drum. Sebenarnya sudah dari kecil aku selalu tertarik dengan orang yang main drum atau instrumen drum itu sendiri. Sayangnya kesempatan untuk belajar tidak pernah hadir. Kesempatan itu baru hadir di kala pandemi dan salah satu teman kos punya cukup rezeki untuk beli drum listrik. Coba kalau nggak ada pandemi, mungkin temen kosku ini nggak akan beli set drum listrik.

Bermodal nekad dan gratisan, aku meminjam drumnya serta diajarin beberapa basic main drum. Aku ingat sekali, lagu pertama yang kumainkan saat baru belajar ngedrum adalah You Were Beautiful-nya DAY6. Alasannya bukan hanya karena aku lagi bucin sama DAY6 tapi karena menurut temanku, beat You Were Beautiful ini sangat mudah untuk dipelajari. Dan temanku ini nggak salah kok, You Were Beautiful jadi lagu yang aku kuasai pertama lalu beranjak ke lagu-lagu DAY6 lainnya. Hingga saat ini, aku sudah main drum part dari Zombie, Days Gone By, Day and Night, dan Stop. Makin lama, keinginanku untuk belajar lagu yang lebih ngebeat dan susah makin tinggi. Namun ketika aku mencoba mempelajari drum part dari Time of Our Life dan Sweet Chaos hingga saat ini aku masih belum mahir. Dari situlah aku berpikir, "Mungkin aku butuh les drum."

Sebenarnya nggak cuma drum sih, kata kunci di tahun 2021 ini aku ingin upgrade skill. Baik itu skill nge-drum, skill berbahasa, skill menari, skill memasak, atau skill menulis. Ironisnya dari semua keinginan untuk upgrade skill ini, nggak ada yang berhubungan dengan ingin upgrade skill professional (alias kerjaan) haha.

Bermula dari keinginan untuk bisa memainkan drum part TOOL dan Sweet Chaos, akhirnya aku menghubungi salah seorang teman lama yang kebetulan sekarang jadi pengajar drum. Teman ini menyambut keinginanku dengan sangat terbuka, bahkan dia berniat untuk memberikanku les gratis dengan imbal balik aku harus mengajarinya Bahasa Inggris. Penawaran yang menarik sebenarnya, hanya saja berhubung aku bukan guru dan tidak merasa mengajarkan bahasa Inggris sepadan dengan dia mengajarkan drum, aku hanya minta diskon saja.

Aku memutuskan untuk memulai les drum sejak bulan Januari dan dua pertemuan sudah terlewati. Meski menurut si tutor ini aku sudah bisa main drum, banyak hal yang aku baru ketahui setelah mengambil kursusnya. Salah satu di antaranya adalah fill-in, fill-in merupakan ketukan untuk mengisi perpindahan beat dari verse ke chorus atau di bagian-bagian tertentu di tiap lagu. Fill-in ini biasanya diisi dengan rudiment, rudiment ini adalah pola ketukan yang dilakukan. Sejauh ini aku baru bisa fill-in single stroke dan sedang belajar double stroke serta paradiddle. Menarik bukan?

Di kursus drum ini awalnya aku diperkenalkan bagian-bagian drum yang sebagian sudah aku ketahui, aku juga diajarkan untuk mengenali hitungan beat. Sempat juga diajari beberapa teknik yang mungkin nggak akan aku mengerti kalau aku belajar sendiri. Memang pada dasarnya aku ini orang yang perlu diajari untuk mengerti sih, bukan orang yang bisa karena otodidak. Jadi, ke depannya bisa jadi aku akan terus memperpanjang kursus main drum-ku agar aku tidak menggunakan beat yang itu-itu saja atau main lagu yang itu-itu saja. Satu hal yang paling menarik dan membuat aku "tertampar" adalah seseorang memang butuh latihan. Bakat saja nggak cukup, untuk jadi ahli di bidang yang kamu sukai, kamu harus latihan dan terus latihan.

Semakin banyak aku mengenal drum, semakin aku kagum pada dedikasi Yoon Dowoon. Dibutuhkan waktu yang nggak sedikit untuk berada di level skill Yoon Dowoon sekarang tapi dia masih terus belajar dan latihan. Rezpekt!

JOURNAL AND CONSISTENCY

Hal selanjutnya masih berkaitan dengan penjelasan di atas, upgrade diri. Kali ini daripada disebut dengan upgrade skill, mungkin lebih tepat disebut sebagai upgrade kepribadian yaitu dengan menjadi konsisten. Penyakitku sejak lama adalah tidak konsisten, angin-anginan, melakukan hal yang kusuka ya kalau aku lagi suka saja. Namun sejak akhir tahun 2020 lalu, aku mulai membiasakan diri untuk konsisten menjurnal. Seperti yang sudah pernah aku jelaskan, menjurnal ini membantuku untuk memelihara emosi agar lebih stabil. Kok bisa membantu? 

Journal of Creativity in Mental Health dan University of Rochester Medical Center setuju bahwa journaling ini membantu orang yang mengalami masalah kesehatan mental untuk terapi. Rata-rata hal yang disarankan untuk ditulis pada jurnal tersebut adalah self-reflection, ini sama halnya dengan aku menulis. Dengan menulis sebuah artikel, aku jadi refleksi mengenai apa yang sekiranya mengganggu pikiranku. Tapi kan nggak semua hal harus ditulis, di situlah jurnal berperan. Dengan memiliki jurnal pribadi, aku tetap bisa menulis hal-hal yang mengganjal, hal-hal yang mungkin bisa kulakukan, sehingga aku bisa mengontrol serta menyusun kembali pikiran-pikiran rumitku dan perasaan yang sedang kacau.

Awalnya aku menggunakan mini jurnal di aplikasi Stoic, lama-kelamaan aku menonton video journaling di Youtube, dilanjutkan dengan ngejurnal beneran deh secara digital. Selain bersifat teuraphetic, journaling ini membantuku untuk terus termotivasi agar konsisten. Untuk saat ini aku memang belum 100% konsisten, tapi sudah berada di jalan yang benar lah. Jadwal tidur dan bangun tidur aku usahakan konsisten, minum air juga konsisten, segalam macam acara serta kegiatan yang dilakukan juga harus dicatat dan ditandai bila sudah selesai. 

I can't say much that I'm already changing in terms of behaviour, but I can assure that I'm progressing.

Setelah mengalami fase ketidakstabilan mental, serta berbagai macam hal buruk di tahun lalu. Ketika akhirnya aku bisa menemukan sesuatu yang membantuku untuk jadi lebih kalem dan zen, rasanya bahagia. Mungkin waktu itu aku hanya belum tahu caranya untuk coping dengan keadaan yang mengejutkan. Semoga setelah aku memiliki tamengnya yaitu dengan jurnaling, menggambar, drum, dan olahraga segalanya akan jadi lebih mulus ke depannya. Kerikil itu pasti akan tetap ada tapi perbaikan diri yang sudah dilakukan ini diharapkan bisa membantuku melewati masa-masa sulit di depan.

Karena pada dasarnya hidup kita ini adalah belajar. Belajar untuk menjadi diri yang lebih baik, belajar untuk melakukan hal-hal yang belum kita kuasai, dan belajar untuk mencintai diri sendiri. Yah lagi-lagi yang ingin sekali kulakukan adalah menjadi konsisten. Semoga dengan journaling aku jadi lebih konsisten menjalankan hidup sehat. Kuharap kalian semua juga bisa melihat silver lining di tengah pandemi ini. Karena badai pasti berlalu dan selalu ada kemudahan setelah kesulitan.

Comments

  1. Hi mba Agista 😁

    Keren banget bisa main drum, hihihi, salah satu instrumen yang menurut saya keren untuk dimainkan itu drum soalnya 😂 Dan membaca cerita mba, sepertinya progress mba terbilang cepat. Kalau saya, mungkin butuh dua tahun untuk bisa memainkan satu lagu, lha kemarin coba belajar gitar saja langsung give up karena nggak bisa-bisa. Padahal belajarnya lagu sejuta umat yang More Than Words ituuuu hahaha *jadi curhat* 🙈 Saya berdoa semoga mba Agista bisa semakin mahir bermain drum yaaaa 😍

    Dan bicara mengenai jurnal, saya setuju, sebab itu pula yang saya rasakan. Meski jurnal saya isinya lebih banyak berurusan dengan pekerjaan, dan daily goals, tapi dengan kita punya track entah pada apa yang kita lakukan, dan checklist satu persatu, rasanya itu membantu saya untuk bisa grateful pada pencapaian sederhana saya 😁 Semoga kita bisa terus bertumbuh melalui jurnal harian kita, mbaaa 😆 Semangat!

    ReplyDelete
  2. Hai mba :). Waaah suka drum yaaa, ingetin aku Ama salah seorang teman yang juga punya hobi yang sama. Saking sukanya dia sampe bikin ruangan kamarnya kedap suara supaya ga mengganggu tetangga kiri kanan. Apalagi lagu yang sering dimainin semacam GreenDay :p. Lumayan berisiknya :D

    Jurnaling memang berguna sih utk bikin kita lebih konsisten. Aku sudah dari dulu sebenernya, tapi 2 tahun belakangan, jadi lebih teratur. Rasanya happy aja kalo melihat schedules kita bisa berjalan on track :D

    ReplyDelete
  3. HAloo mbak, salam kenal..
    Saya ingin mengomentari kalimat awal dari postigan ini.
    Selalu ada hikmah di balik musibah.

    Menurut saya sih, suka atau tidak suka, pasti akan ada hikmah dari sebalik musibah, sebab musibah adalah suatu yg di luar kuasa kta.
    Namun, kita juga jangan mengambing hitamkan musibah sih, apabila ada musibah wes.. move on, gerak, cari yg baru dsb

    Nice sharing, mbak.. Kece ini bisa main drum yaak

    ReplyDelete
  4. Halo, salam kenal sesama INTP! aku sering ketemu manusia bertipe INTP yang seringnya berakhir jadi partner in crimeku, mbak XD seru banget blogwalking disini, tadinya cuma nyari informasi tentang telkom, eh malah jadi bablas ngebaca.

    ReplyDelete

Post a Comment

Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)

In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)