Privilege
Selama menjalani hidup 27 tahun ini, aku tumbuh melihat banyak hal. Salah satunya adalah perbedaan orang berprivilege (memiliki keistimewaan atau tambahan fasilitas) dan tidak ber-privilege. Tulisan ini hadir setelah melihat salah satu postingan di sosial media mengenai acara sharing session kampus. Dan di perusahaan tempatku bekerja, menjadi alumni kampus binaannya merupakan satu privilege. Mengapa demikian? Yah, kesempatanmu untuk memiliki karir lebih bagus akan menjadi lebih besar jika kamu lulusan universitas tertentu. Lalu aku bertanya pada diri sendiri? Nampaknya hidupku ini tidak terlalu ber-privilege dalam berbagai macam aspek.
Sebenarnya apa sih privilege itu? Banyak yang bilang bahwa privilege ini merupakan garis start. Dalam hidup tidak semua orang memulai dari garis yang sama. Salah satu halnya ya karena eksistensi privilege ini. Meski sama-sama mengenyam sekolah dasar, anak-anak yang terlahir di negara maju dan negara berkembang akan mendapatkan metode pengajaran yang berbeda serta kurikulum yang berbeda. Nggak usah jauh-jauh deh, di Indonesia sendiri masyarakat yang tinggal di kawasan barat (terutama Pulau Jawa) memiliki privilege yang jauh lebih menguntungkan mereka kelak dibandingkan dengan masyarakat di kawasan timur Indonesia.
Aku pernah sih suatu kali ngobrol sama temanku yang berasal dari kawasan WITA, "Kadang kalau dipikir-pikir sebagai anak daerah (bukan dari Jakarta dan Jawa Barat) kita ini juga punya privilege lho. Salah satunya ya karena terbiasa hidup dalam keterbatasan, kita jadi nggak manja dan cenderung lebih adaptif kalau memang disuruh tinggal di daerah yang ekonominya nggak terlalu maju." Waktu itu aku bilang begitu karena banyak sekali teman-teman dari Jakarta atau Jawa Barat yang ditempatkan di kawasan timur Indonesia (atau Jawa Tengah dan Jawa Timur) mengeluh karena di luar Jakarta nggak ada apa-apa. Apa yang dimaksud nggak ada apa-apa? Nggak ada mall besar, nggak ada comfort food, nggak ada brand yang mungkin mereka biasa beli. Istilahnya jauh lah antara gaya hidup orang Jakarta dan orang daerah. Padahal orang-orang yang tinggal di Jawa ini jauh lebih ber-privilege karena jangkauan internet, sinyal komunikasi, sampai listrik jauh lebih memadai daripada di luar Jawa.
Fenomena privilege ini memang bukan bahasan yang sensitif tapi ada aja orang-orang yang merasa bahwa usaha mereka dinegasikan hanya karena memiliki privilege. Contohnya Elon Musk, dia selalu menekankan bahwa kesuksesan Tesla dan keberhasilannya meraih posisi sebagai orang terkaya di dunia ini tidak berasal dari privilege. Ya memang benar, dia berusaha keras untuk mencapai tempatnya sekarang. Hanya saja, salah satu kontributor kesuksesan dia adalah keberadaan safety net yang dapat diberikan orangtuanya untuk menjamin dia selamat dari risiko alias orangtuanya juga dari sananya sudah kaya. Coba bandingkan dengan orang-orang dari negara berkembang yang orangtuanya untuk hidup saja pas-pasan, mungkin mimpi mereka sama seperti Elon Musk: pergi ke Mars dan bikin teknologi yang sangat advance. Karena mereka tidak punya cukup modal, satu-satunya hal yang bisa mereka lakukan adalah memenuhi kebutuhan hidupnya terlebih dahulu, menjadi lebih pintar, dan kalau memang beruntung baru mereka dapat injeksi modal sehingga bisa menyaingi Elon Musk.
Dari sekian banyak manusia di muka bumi ini, berapa orang yang benar-benar memulai hidupnya dari 0? Statistiknya jelas tidak signifikan bukan?
Menjadi sukses memang tidak dapat ditepis lagi butuh usaha yang keras. Namun usaha keras itu tidak cukup, ada privilege lain yang menjadi variabel penentu kesuksesan seseorang. Bisa berasal dari modal (uang) atau koneksi. Privilege juga bisa berasal dari kewarganegaraan, jenis kelamin, ras, agama, dan lain sebagainya.
Makanya bisa dibilang ya rata-rata manusia di muka bumi ini punya privilege. Dalam satu hal privilege itu bisa mempermudah hidup mereka. Di sisi lain mereka juga nggak punya privilege karena keterbatasan entah itu uang, koneksi, atau ras. Merasa tidak adil itu wajar karena kita bisa jadi tertinggal dari orang lain hanya karena mereka memiliki privilege. Tapi sebenarnya yang salah itu bukan privilege melainkan sistem yang mengizinkan seseorang untuk mendapatkan sesuatu lebih cepat karena privilege tersebut. Dalam kasus di hidupku adalah latar belakang pendidikan, uang, dan koneksi.
Selama aku hidup, satu-satunya privilege yang aku syukuri adalah berasal dari daerah dan hidup cukup. Kalau nggak berasal dari daerah, mungkin aku nggak akan bisa tumbuh jadi orang yang lebih adaptif. Kalau nggak hidup cukup, mungkin aku harus kerja kasar dan tidak bisa belajar dengan nyaman. Dengan kedua hal itu, aku berada di titik saat ini yang membuatku mendapatkan privilege lain: mendapatkan kesempatan untuk sekolah di luar negeri, mendapatkan koneksi dari sekolah itu. Namun kalau boleh jujur, bekerja di perusahaanku tanpa menjadi lulusan universitas tertentu dan nggak punya koneksi sama sekali cukup menyulitkan. Itu artinya aku harus berusaha ekstra keras daripada teman-teman yang lain untuk naik karir. Dan kemungkinan untuk diapresiasi jauh lebih kecil. Jadi intinya, aku harus berusaha lebih keras lagi.
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)
In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)