Debunking Inventing Anna and The Tinder Swindler


Hidup nyaman, bergelimang uang serta jenama kelas atas, dan juga menjadi bagian dari elitis di muka bumi mungkin menjadi impian sebagian orang. Siapa yang tidak bahagia ketika memiliki banyak uang dan koneksi yang luar biasa digdaya? Dengan saldo yang tak terbatas, kita bisa menginap di hotel mewah, menikmati udara segar Ibiza di atas yacht, dan minum sampanye atau wine terbaik di dunia. Indah tapi tidak mudah untuk digapai. 

Dari tujuh milyar manusia yang menempati Bumi, hanya ada 1% orang-orang dengan jumlah saldo yang terlihat tak terbatas itu. Ada banyak faktor yang mempengaruhi mereka untuk sampai di kalangan 1%, bisa jadi mereka mewarisi harta turun temurun dari keluarga atau mereka bekerja keras untuk menjadi bagian 1% itu. Dan tentu saja, banyak orang yang termotivasi dan ingin menjadi bagian dari 1% dari golongan miliarder dunia. Anna Delvey dan Simon Leviev adalah dua contoh kasus ini.

 

Tinder Swindler dan Inventing Anna adalah dua tayangan yang sedang booming di Netflix. Tinder Swindler bercerita mengenai Simon Leviev yang mengaku sebagai putra konglomerat perusahaan permata, sementara Anna Delvey mengaku sebagai seorang pewaris tahta monarki Jerman. Apa kesamaan dari dua tokoh ini? Keduanya mengaku sebagai orang kaya dengan cara yang kurang etis, yaitu melakukan penipuan.

 

Sebelum ketahuan menipu, bagaimana Anna dan Simon bisa begitu meyakinkan sehingga membuat korbannya terperdaya?

 

Penipu, dalam hal ini termasuk Anna dan Simon, memiliki keterampilan khusus dalam mengenali korbannya sebelum dijebak. Dan penelitian juga menyebutkan bahwa penipu ulung justru lebih memahami kondisi psikologis korban daripada para peneliti. Korban biasanya memiliki pengendalian diri yang sangat kurang, terlalu naif, dan terjebak pada imej positif yang sengaja diciptakan oleh penipu (1). Hal ini dapat diasosiasikan dengan Decoy Effect yaitu metode mengalihkan perhatian korban pada tujuan yang diinginkan dengan menampilkan sesuatu yang menarik perhatian korban.

 

Anna Delvey dan Simon Leviev melakukan Decoy Effect dengan cara membuat persona “orang kaya” yang meyakinkan. Mengenakan jenama mahal dan terkenal dari kepala hingga kaki. Memiliki taste yang bagus di karya seni dan anggur merah. Mengaku bahwa mereka memiliki uang dengan jumlah tak terbatas di tabungan mereka. Tentu saja yang terakhir adalah pengalihan utama untuk membuat orang percaya bahwa mereka adalah ATM berjalan.

 

Pada umumnya, manusia akan melihat hal-hal positif yang ingin mereka lihat dan cenderung mengabaikan kemungkinan negatif yang mungkin saja terjadi di masa depan. Hal inilah yang melemahkan pengendalian diri mereka untuk menjauh dari para penipu. Korban juga akan mencoba untuk memandang konsistensi dari sang penipu untuk menciptakan imej baik di dalam pikiran mereka, sehingga si penipu memang baru akan beraksi setelah beberapa saat. Setelah sang korban yakin, bahwa mereka memang legit orang kaya. Si Penipu ini akan memanfaatkan tipu daya dengan konsisten menunjukkan kuasa dan banyaknya uang yang mereka miliki sebelum beraksi menguras saldo korban.

 

Untuk lebih meyakinkan aksi penipuan mereka, biasanya penipu juga akan memanfaatkan authority bias (2). Dalam hal ini, penipu tahu bahwa korban akan cenderung mempercayai seseorang jika orang tersebut memang memiliki koneksi dengan orang penting yang menjadi sosok idola atau sosok yang menjadi contoh orang banyak. Anna Delvey dan Simon Leviev mengasosiasikan diri mereka dengan miliarder fiktif. Terlebih lagi Anna Delvey sudah berhasil membangun jejaring dengan kelompok elit New York, hal ini semakin membuat korban percaya bahwa Anna bukanlah orang biasa.

 

Tidak hanya menggunakan orang-orang penting untuk memperdaya korban, kadang penipu juga menggunakan orang-orang terdekat korban di dalam metode authority bias ini. Pernah ingat ada sebuah kasus penipuan yang timbul karena si penipu mengaku keluarga dekat korban? Begitulah cara penipu mendapatkan hati korban. 

 

Dekati dan yakinkan.

 

Sama seperti para pesulap yang berhasil menipu para penonton. Penipu ulung juga memanfaatkan Confidence Trick (3), yaitu sebuah cara bahwa permintaan mereka tidak akan membuat orang lain rugi. Para pesulap biasanya akan meminjam barang dari para penonton lalu berjanji akan mengembalikannya di akhir acara. Sama seperti Simon dan Anna yang selalu meyakinkan korbannya bahwa mereka akan mengembalikan uang-uang yang mereka gunakan. “It’s not like I won’t pay, I’ll repay you,” begitulah cara Anna Delvey meyakinkan korbannya untuk membayar tagihan hotel yang ia tinggali.

 

Permainan penipuan ini juga seringkali melibatkan hati. Manusia adalah makhluk sosial dan peduli, dalam beberapa waktu penipu menggunakan metode untuk meluluhkan hati korban seperti ini.

 

Dalam salah satu metode nudge (dorongan) di dalam framework MINDSPACE terdapat Ego (4). Hal tersebut berarti, untuk membuat korban melakukan apa yang diinginkan maka dibutuhkan dorongan untuk membuat korban merasa lebih baik akan dirinya sendiri. Salah satu contohnya adalah dengan cara membuat si korban merasa berhutang budi pada si penipu, dengan demikian korban akan berusaha untuk return the favor alias membalas budi atas kebaikan si penipu (5).

 

Dalam menjebak “kekasihnya” Simon mengajak sang kekasih untuk berpergian naik jet pribadi. Simon juga mengajak salah satu teman yang dikenalnya di daratan Skandinavia untuk berpesta. Dua orang tersebut merasa berhutang budi pada Simon dan akhirnya dengan ikhlas mau membantu Simon ketika membutuhkan uang.

 

Rachel Williams merasa berutang budi pada Anna Delvey yang telah membelikannya begitu banyak barang dan mengajaknya ke pesta-pesta orang terkenal, sehingga mau-mau saja menyerahkan kartu kreditnya untuk dimanfaatkan oleh Anna Delvey ketika mereka berlibur di Maroko. Walaupun pada akhirnya Rachel menyesal dan menuntut Anna setelah insiden tersebut.

 

Korban-korban dari Anna Delvey dan Simon Leviev ini terperdaya karena mereka telah mengkonstruksi imej Anna dan Simon sebagai orang baik yang peduli dan perhatian terhadap mereka. Mereka yakin bahwa mereka telah melakukan hal yang baik karena mengembalikan perhatian serta kasih sayang yang mereka terima. Mereka yakin bahwa Anna dan Simon adalah sosok yang sama sekali tidak berbahaya, hanya khilaf di saat itu saja.

 

Tentu saja bila para korban rasional, mereka akan memberikan cap merah dan berhenti membantu Anna maupun Simon. Namun apa boleh buat, ego para korban sudah diretas baik oleh Anna maupun Simon.

 

Setelah berhasil mengambil hati korban dengan cara yang halus, maka para penipu biasanya akan mulai mengeluarkan sisi buruk mereka. Dalam hal ini, mereka akan menjadi sosok yang defesif, agresif, bahkan gas-lighting pada korban. Salah satu pacar Simon Leviev yang menolak untuk memberikan uang pada Simon berhasil dimaki-maki dan dihujani kata-kata buruk. Tak jarang pula Simon Leviev mengancam korbannya bila mereka tidak lagi mensuplai dirinya dengan uang yang diminta.

 

Do you know who I am?” ujar Anna dengan agresif ketika para manajer hotel yang ia tinggali mencoba untuk menjelaskan bahwa kartu kredit yang diberikannya tidak dapat di-charge.

 

I know where you live and you will someday repay for your bad deeds to me,” ancam Simon ketika kekasihnya menolak untuk mengirimkannya uang.

 

Alih-alih berhenti meminta uang, mengakui bahwa mereka tidak punya uang dan meminta maaf, Simon dan Anna justru berlaku agresif pada korban. Hal ini menunjukkan bahwa mereka adalah pemegang kuasa dalam situasi tersebut. Hanya merekalah yang benar dan yang meminta uang pada mereka sementara mereka tak mampu membayar adalah pihak yang bersalah. Para penipu berusaha untuk mengalihkan akuntabilitas kesalahan mereka pada orang lain.

 

Para pelaku penipuan sekaliber Anna dan Simon bisa jadi termasuk dalam kategori narsistik. Karena mereka selalu berpikir bahwa dunia mengitari mereka, bahwa merekalah pusat perhatiannya. Ketika orang lain menunjukkan kelemahan mereka, maka mereka akan berusaha sekuat tenaga untuk melindungi ego dan harga diri mereka sendiri. Yang mana sebenarnya nilai diri mereka tidak setinggi itu untuk dilindungi.

 

Oleh sebab itu, perhatikan tanda-tanda berbahaya dari sosok yang mungkin akan menipu kita di masa mendatang. Jika mereka too good to be true, waspadalah. Jika mereka memberikan terlalu banyak perhatian, waspadalah. Dan jika mereka agresif ketika diminta untuk memenuhi kewajibannya, sesegera mungkin tinggalkan. Kita memang tidak dapat menjadi rasional setiap waktu, tapi setidaknya kita bisa melindungi diri kita untuk tidak terjebak dalam ego yang terlalu dalam sehingga mudah ditipu oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Comments