Everything Happens for a Reason (II)

Waktu itu akan membuktikan segalanya, terdengar klise tapi memang begitulah hukumnya. Termasuk juga hukum tuai tanam, alias you reap what you sow

Orang yang branding dirinya sebaik apapun, kalau pada dasarnya berbau bangkai akan tercium juga.

Orang yang memfitnah orang lain hanya untuk membuat dirinya terlihat lebih baik, juga lama-kelamaan akan terbukti kalau fitnahnya nggak benar.

Semua akan terjawab oleh waktu.

Hasil dari ngobrol-ngobrol cantik dengan cucu-cucu DSP hari ini adalah seperti itu. Setelah genap satu tahun kami nggak berkumpul, kami akhirnya kembali bertukar cerita. Terutama setelah aku pindah dari tempat lama yang mengerikan itu ke tempat baru yang sempat jadi surga tapi kemudian jadi neraka lagi karena atasan lama pindah ke unit baru ini. Pada akhirnya orang-orang memahami bahwa apa yang pernah aku tulis itu adalah kenyataan. Dan pada akhirnya orang-orang memahami bahwa aku bertindak demikian karena memang di tempat lama setidak adil dan seberacun itu.

Di kisah-kisah yang keluar dari mulut kami, ada testimoni baru dari orang-orang yang pada akhirnya menghadapi dua mantan atasanku. Keduanya tidak memberikan testimoni positif, justru negatif. Pengalaman keduanya tidak mengenakkan. Ditambah lagi dengan testimoni orang ketiga yang menilai bahwa atasan lama memang agak "sakit" karena harus pamer-pamer kerjaan dan sok sibuk. Padahal sok sibuk tidak sama dengna produktif. Apa guna sering rapat dan mondar-mandir ke sana ke mari kalau nggak ada deliverablesnya kan?

Dan dari perbincangan hangat malam ini pula, aku baru tahu bahwa kepindahanku ke tempat sekarang bukan karena belas kasih tapi karena aku sudah dianggap "cacat" saja. Cacat karena mengkritik dan mengutarakan betapa tidak sehatnya tempat kerjaku dulu. Cacat karena aku dianggap pemberontak. Bahkan aku baru tahu bila dari awal aku sudah dicap pemberontak. Padahal dulu yang kulakukan adalah bertahan sebisa mungkin meskipun aku sering marah dan mengeluh. Satu-satunya pemberontakan yang kulakukan adalah menulis pengalamanku yang tidak mengenakkan di publik. Dan dengan itu pula aku sudah dianggap sebagai "orang yang bermasalah". Pada akhirnya, memang perusahaan ini tidak siap dengan perubahan. Perusahaan ini lebih menghargai orang yang "patuh" tapi tidak bisa apa-apa.

Namun label "bermasalah" itu sepertinya lambat laun kikis karena memang ada testimoni dari atasan langsung di unit baru yang menilai bahwa aku tidak seburuk apa yang difitnahkan mantan atasan. Dan sejauh ini, tidak pernah ada masalah atau teguran dari atasan langsung. Jika ada masalah, aku berusaha mengkomunikasikannya dengan baik. Dan aku tidak banyak menolak pekerjaan dari atasan jika memang harus diselesaikan. Memang tidak akan ada asap kalau tidak ada api. Dan seharusnya saat ini orang-orang menyadari hal tersebut.

Bersyukur, setelah pindah mentalku perlahan-lahan membaik. Ternyata nggak cuma atasan saja yang berpengaruh pada tingkat stressku, mungkin sekarang aku sudah bisa coping dan bodo amat? Atau mungkin karena support systemku di sini jauh lebih kuat? Atau mungkin karena lingkungan di sini tidak membuatku harus merasa jengah karena diliputi kepalsuan?

Iya, di tempat lama prinsipnya adalah fake it til you make it. Gimana nggak? Kan atasannya memang suka orang yang patuh daripada orang yang pintar. Katanya sih orang pintar di Telkom banyak tapi orang patuh tuh sedikit. Masalahnya patuh terhadap apa dulu nih? Kalau patuh pada atasan yang narsistik dan merasa paling benar se-antero Telkom ya not my forte. Maaf maaf dulu nih Pak sebelumnya 🙏

Beruntung di tempat baru, sebelum atasan dari unit lama masuk ke sini, atmosfernya adalah konstruktif. Atasan mau dan mampu menerima feedback dari bawahan. Kalau memang feedback bawahannya salah ya dikoreksi, kalau feedback bawahan benar mereka nggak akan sungkan-sungkan untuk mengakomodir. Istilahnya di sini anak muda (sebelumnya) diberikan kebebasan untuk berpendapat dan berdebat tapi tidak dengan paksaan. Setelah atasan baru masuk, atmosfernya jadi persaingan satu sama lain. Ekspektasi tinggi tapi minim apresiasi, tapi dipaksa untuk tampil. Sayangnya kalau sudah tampil dan nggak sesuai dengan keinginan atasan, ya bye dulu. Masuk gudang bawah tanah. Itulah kenapa aku lebih suka diam dan nggak banyak beropini lagi. Karena ngapain? Atasan yang sekarang nggak suka sama orang yang sok tahu.

Ternyata memang untuk mengubah hidup menjadi lebih baik, selain memutuskan pola yang sama yang membuat kita stress adalah pindah ke tempat baru. Pada faktanya memang tempatku bekerja nggak seburuk itu tapi nggak sebagus itu juga. Kalau dibandingkan dengan tempat lama tentu saja bagusnya lebih banyak, selain lebih apresiatif dan suportif, orang-orangnya juga nggak toxic. Justru yang toxic itu tempat lama, bossy, main menyelamatkan pantat sendiri. Nggak solid gitu. Ya kembali lagi kan ingin jadi anak emas bos besar dengan cara fake it til you make it.

Perbincangan sore ini jujur membuatku merasa tervalidasi, setelah melalui masa-masa dimana aku benar-benar disalahkan hanya karena memprotes jam kerja yang nggak manusiawi. Kalau kultur di tempatku yang dulu terbuka, mungkin tulisan itu nggak akan tayang. Kalau atasan di tempatku yang lama nggak membenciku dari awal karena menganggapku pemberontak tanpa aku tahu salah dimana, ya aku nggak akan menyiram minyak ke dalam api. But everything happens for a reason. Orang-orang yang dulu menganggapku gila, menganggapku gak bersyukur, menganggapku berlebihan sekarang sudah tahu. Mereka sudah mengalami sendiri apa yang kualami. Dan itu benar. Bahwa memang bukan aku yang salah, tempatku aja yang salah. Seperti yang aku dan psikologku duga, aku akan berkembang dengan baik bila di-nurture dengan baik. Dan aku akan mati kalau diinjak-injak, ya mana ada kan bunga bisa berkembang dengan baik kalau diinjak-injak terus?

Buat yang masih di tempat lama, semoga cepat sembuh. Semoga yang memang mau berkembang, diberikan jalan keluar dari tempat beracun itu. Tempat beracun nggak bagus untuk perkembangan otak dan badan. Dan untuk atasan yang lama, cepet tobat Pak. Umur itu nggak ada yang tahu, dosa jangan ditumpuk terus. Begitu juga atasan dari unit lama ke tempat baru. Semoga kebiasaan-kebiasaan beracun di tempat lama nggak dibawa-bawa terus. Ingat Pak, karyawan itu berkembang karena diapresiasi dan disupport, nggak cuma dibejek-bejek atau diabaikan. Nggak akan ada yang betah sama Bapak 🙏

Yah beginilah kerja di BUMN, isinya nggak indah-indah melulu. Ada susah sedihnya juga. Cuma kadar ke-toxican itu bisa ditoleransi apa nggak. Di level toxic mild seperti ini aja, aku udah nggak betah. Nggak kebayang kalau di BUMN lain lebih toxicnya seperti apa. Jadi sabar ya kalian yang mau ke BUMN, mending pikirin mateng-mateng deh dan siap-siap aja sama lingkungan-lingkungan beracun seperti ini. Nggak semua tempat beracun sih tapi pick your poison wisely.

Intinya, kadang branding itu gak sesuai kenyataan. Oleh sebab itu, perbanyak research dan tanya ke sana ke mari sebelum mutusin. Dan yah semoga kakak Employee Branding juga sadar ya, bahwa gak perlu lah branding bagus-bagus ke eksternal kalau di internal sendiri aja ternyata masih bobrok. Katanya akan ada perubahan? Mana? Yang dihukum malah yang speak up kok. Mungkin karena saya gak punya privilege ya, bukan anak BP I Telkom apalagi saudara Direktur jadi ya udah dibungkam aja. Padahal kan memang BP I-nya yang perlu ditindak hihi.

Comments

  1. Halo Kak! I hope comment-ku dibaca ya hehe..
    Aku newcomer di tempat kerja yg sama dengan kaka jg. Aku jg kebetulan dpt beasiswa dan masuk jalur talent scout yg sama dgn kaka. Dulu aku tertarik masuk this company krn jurusanku yg tidak nyambung dgn dunia bisnis kok kalo dibaca-baca agak bisa nyambung dengan role learning development (dulu aku ambil educational leadership) eh ternyata sistemnya ngeblock dan aku cuma bisa milih jurusan yg all major bisa ambil, jd aku ambil general affair (asal klik). Asalnya ngga mau lanjut tes setelah lulus berkas tp ortu tau dan disuruh coba sampe akhir dan singkatnya here i am. Aku heran knp aku ngga bisa ambil role yg sesuai dengan S2ku, krn kalo aku cocokkan matkul yg pernah aku ambil dan deskripsi dari role yg aku pgn, itu ada benang merahnya kok. Training, kurikulum, leadership, ku pernah belajar semua (dari S1 pun pernah dan bahkan sebelum S2 aku sudah pernah kerja).

    Aku ditempatkan di divisikupun memang under asset & management dan di bawah sub unit ini aku memang di 'plot' untuk kesekertariatan. Tapi ntah knp sepertinya managerku yg ngurus asset itu mungkin salah konsep atau gmn diharapkannya jg aku lebih sering masuk kantor dan ngurus asset jg sampai tengah malam. Bagi beliau yg ideal itu adalah loyalitas. Aku pernah protes knp weekend harus ngerjain ini itu beliau bilang 'saya jg begitu'. Kemarin nih tgl 27 April 2022 ketika aku mau pulang ke Bdg krn tiket cuma ada hari itu, beliau bilang aku culas sambil marah-marah padahal itu aku ke stasiun jam 17.00 dan udah kerja dari pagi (aku berangkat duluan krn kehabisan tiket di tgl 28-29). Aku cuma ambil satu hari WFH dari lebih seringnya aku WFO, untuk bengong karena tidak diberikan clear instruction gitu. Pun ketika aku nanya malah sering dikasih jawaban yang salah, muter-muter, lempar-lempar, yg bodo amat gt.

    Dari pas KDMP sampai skrg pun... well aku sangat setuju dgn tulisan kaka. Apa yang dibrandingkan untuk menjaring applicant dengan kenyataan ternyata berbanding terbalik. Katanya tempat untuk belajar, mengembangkan diri, dll. Tp pas aku protes mengenai caseku yg tidak bisa memilih, reviewer KDMP cuma bisa diem dengan 'system' tsb dan bilang mau dicatat. Pas aku tanya lagi, bilangnya 'sesuai kebutuhan perusahaan'. Yasudah diterima saja krn katanya sih masih awal ya... tp setelah dijalani, tugasku pas KDMP itu nalang-nalangin makan dengan uang pribadi (yang kemudian aku baru tahu ternyata ada uang perusahaan yg bisa kita gunakan setelah aku pegang Finest), lalu mengantarkan pesanan makanan ke meja, lalu memesankan kopi seorang pro-hire (yang entah di-hire berdasarkan kapasitas apa) kepada OB (like what????? bisa WA/telfon sendiri gitu ke OB).

    Terlalu banyak hal yang ajaib di posisiku sekarang, and i consider to leave this company (tapi setiap bilang ke keluarga sayangnya Mamaku mau nangis krn seseneng itu anaknya masuk BUMN hahaahah ya begitulah masih mindset BUMN tuh seindah itu ternyata...). Aku kangen kerjaanku sebelum S2 yg sosial2 dan terjun lgsg ke masyarakat. Di tempatku magang dulu di sebuah NGO intnl, aku ngga pernah sekalipun denger karyawan yg pgn 'mencatut' uang yg seharusnya tidak dia ambil. Lah di sini, selevel managerpun ada yang rajin bgt memanfaatkan uang perusahaan untuk beli jajanan (sesering itu lebih dari batas wajar), lalu protes ketika LinkAja telat dikirim sehari-dua hari saja (yg in the end juga bakalan dikirim jg buat apa aku tahan kan haahah).

    Thank you so much Kak for sharing this.. aku ngerasa beruntung ketemu blog ini, ternyata ngga aku doang yang ngerasa sendirian. Tp in the mean time, jadinya aku menganggap yaudah ini tempat kerja aja, bukan tempat tumbuh dan berkembang seutuhnya seperti claim ketika promosi recruitment hehe..

    Sehat-sehat dan semangat terus ya Kak. Keep writing! :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)

In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)