Refleksi Bulan Juli


Poverty traps is not from intrinsic characteristic, rather than its circumstances. People stay poor because they lack of opportunity - Balboni, Bandera, Burgess, et al (2021)

Seperti hasil penelitian di atas, ternyata kemiskinan itu memang soal tidak adanya kesempatan bagi individu untuk memperbaiki kualitas kesejahteraan hidupnya bukan karena karakteristik khusus individu tersebut. Orang kaya bisa jadi tetap kaya meskipun dia malas karena sudah terlahir kaya raya. Tidak kurang juga jumlah orang miskin yang tetap miskin atau minimal bisa hidup lebih baik karena mereka rajin, tekun, dan pantang kenal lelah. Namun berapa persen sih orang dari kalangan menengah ke bawah betul-betul bisa memperbaiki kondisi kemiskinan mereka hanya dalam satu generasi? Solusi paling cepat adalah menikah dengan orang yang super kaya atau mendapatkan warisan dadakan bukan?

Dari penelitian itu, aku jadi ingat bahwa orang-orang di sekitarku saat ini bukanlah orang-orang dari keluarga menengah ke bawah melainkan menengah ke atas. Ada juga yang sudah terlahir silver spoon alias kaya dari lahir, sehingga pola pikirnya juga sulit aku mengerti. Orang yang dari lahir sudah kaya yang berada di lingkunganku ini kebetulan adalah tipe orang yang kurang memiliki empati. Aku sudah sempat menyinggung soal dirinya di postingan ini, sama seperti waktu itu, orang ini tidak pernah bisa memposisikan dirinya di sepatu orang lain. Bahkan pagi ini pun dia mengunggah instagram story yang membuatku jengah karena lagi-lagi dia berusaha "menguliahi" followersnya dengan menebar vibes sok positif. Orang inilah yang membuatku menilai dirinya bahwa ternyata orang yang dari kecil sudah kaya itu suka lupa kalau hidupnya penuh dengan privilege, memiliki peluang yang lebih besar dari orang-orang miskin dan garis startnya sudah jauh. Dan fakta bahwa dia dengan mudahnya menebar kalimat motivasi agar orang berusaha lebih keras seolah-olah orang lain itu tidak bekerja bersimbah darah dan keringat. Fakta juga bahwa dia dengan mudahnya mengecilkan usaha orang lain. Dan fakta juga kalau orang seperti ini juga yang pasti akan bilang bahwa kita harus mensyukuri apa yang terjadi di dalam hidup kita. 

Yha kalau tidak terlahir miskin memang tidak mengerti makna bersyukur yang sesungguhnya sih.

Kembali lagi ke bukti empiris bahwa pengentasan kemiskinan itu tidak melulu karena si miskin ini kurang gigih atau kurang tangguh, tapi tidak adanya kesempatan. To look back from where I stand currently, sebetulnya aku ini agak privileged bila dibandingkan dengan ribuan bahkan jutaan orang di sana yang hidup di bawah garis kemiskinan dan nggak pernah mendapatkan kesempatan. I got my opportunities, I didn't give up, and I sweated a lot to be here today.

I got my opportunities because I live with this principle: be the small fish in the ocean rather than the big fish in a small pond. Dari dulu aku selalu berpikir untuk menjadi ikan kecil di samudra saja karena samudera itu luas. Meski nantinya aku bertemu dengan hiu atau paus atau predator lainnya, akan selalu ada ruang untuk berkembang. Memang aku akan masih menjadi ikan yang kecil, yang kadang kalau lengah juga bisa dimangsa predator. Tapi bukan itu yang kucari. Keleluasaan untuk mengembangkan diri, keleluasaan untuk bertemu dengan spesies yang lebih banyak, keleluasaan untuk menjelajah hal-hal yang tidak pernah aku jelajahi sepenuhnya. Mungkin karena ini juga I resonate a lot with Eren's strong will of freedom. Being caged inside a thick wall won't stop him because he will just be able to break down the wall and brought the army of Titan to do the rumbling. Dengan menjadi bebas dan menjadi kecil di tempat yang besar, kita bisa menjumpai apapun dan niscaya selalu bertumbuh melampaui apa yang dapat kita bayangkan.

Berbeda dengan tinggal di kolam kecil. Kita akan berputar-putar di tempat yang sama, bertemu dengan orang-orang yang sama. Pada akhirnya kita akan bosan dan hidup begitu-begitu saja. Mungkin bagi sebagian orang, menjadi ikan besar di kolam yang kecil adalah jalan hidup yang mereka pilih. Sama sepertiku memilih untuk menjadi ikan kecil di samudera yang luas. Tidak ada yang salah dengan pilihan ini. Namun untuk orang yang memiliki rasa ingin tahu tinggi, aku yakin tidak akan terpuaskan jika hanya berdiam di satu tempat. Lagipula, menjadi ikan besar bukanlah tujuan hidupku. Tujuan hidupku adalah untuk mencari ilmu dan pengalaman sebanyak-banyaknya.

Berangkat dari situlah peluangku untuk berada di posisi saat ini terciptakan. Aku melompat melampaui apa yang bisa aku bayangkan. Tentu saja ada uluran tangan orangtua di sana, kalau tidak ada kucuran dana ya bagaimana saya bisa ambil kursus IELTS kan? Kalau tidak ada kucuran dana, bagaimana bisa saya pergi pulang-pergi Malang- Surabaya untuk tes LPDP kan? Lagi-lagi hal ini adalah privilege. Privilege bahwa orangtua tidak melarang saya untuk bermimpi sebesar-besarnya dan berusaha sekuat-kuatnya. Privilege untuk mendapatkan layanan diantarkan ke tempat tes beasiswa. Privilege untuk bisa mendaftar les bahasa Inggris.

Meskipun bisa dibilang privilege itu datangnya cukup lambat. Terlambat bukan berarti tidak di waktu yang tepat. Justru privilege-privilege itu datang di waktu yang tepat.

Melihat teman-teman saya saat ini adalah lulusan UI, ITB, ITS, UGM, dan lain sebagainya, saya tidak berkecil hati. Saya tahu saya hanya lulusan kampus tidak terkenal di negara ini, meskipun negeri kampus saya memang tidak populer. Bahkan jadi lulusan Universitas Brawijaya pun saya tidak. Namun saya bangga bisa menjadi ikan kecil di samudera. Tidak banyak orang yang tahu saya kuliah di mana tapi saya bisa berada di titik sekarang tanpa bantuan orang dalam. Dengan ini saya ingin membuktikan untuk orang-orang yang satu almamater dengan saya, masalah mau maju atau tidak mau berkembang atau tidak memang berasal dari diri sendiri. Bukan dari almamater. 

Peluang itu selain memang tercipta untuk diambil, bisa juga diciptakan. Salah satu cara menciptakan peluang adalah dengan mencoba berbagai hal sampai pada titik kita tidak bisa mendobrak pintunya. Kalau satu pintu tertutup akan ada pintu lain yang terbuka. Itu yang terjadi di dalam hidup saya. Saya mencoba berbagai macam pintu tapi ternyata pintu yang terbuka bagi saya adalah pintu yang terbaik. Maka dari itu, saya nggak pernah menyesali apapun yang sudah terjadi di kehidupan saya karena kalau diingat-ingat lagi semua hal itu menjadikan saya yang sekarang.

Ada campur tangan pemerintah juga dalam penciptaan peluang itu, sama seperti penciptaan peluang selebar-lebarnya untuk mengentaskan orang-orang dari kemiskinan. Di negara saya, ada pepatah bahwa kita akan bisa mengangkat derajat orangtua dengan bersekolah. Nah, kekayaan itu tidak lahir dari satu generasi tapi ditanam dan dirawat oleh generasi-generasi sebelumnya. Sama dengan pengentasan kemiskinan, kemudahan akses terhadap pendidikan, kemudahan akses untuk beasiswa, kesempatan yang sama untuk mendapatkan ilmu yang sama dan tidak timpang adalah salah satu dari banyak cara untuk membuka peluang pengentasan kemiskinan ini. Mungkin si individu di generasinya masih akan menjadi warga kelas menengah ke atas, tapi siapa yang akan tahu di generasi ke-2 atau ke-3, bisa jadi anak cucunya akan menjadi warga kelas atas bukan?

Prinsip itu juga yang saya pegang. Rezeki dan takdir sudah ada bagiannya masing-masing. Saya sadar betul, meski memiliki penghasilan lebih baik dari orangtua saya tidak serta merta dapat menjadi kaya saat ini juga. Pasti akan butuh proses, proses itu adalah usaha untuk menanam benih dan menuai hasilnya nanti. Dengan menjadi orang yang dapat menanam benih pertama dan menjadi orang yang mengangkat derajat orangtua saya (meski barang sedikit) saja saya sudah bangga. Untuk saat ini, saya nggak mau muluk-muluk karena sadar diri. Orangtua saya nggak punya warisan. Untuk kuliah di universitas ngga terkenal saja, saya cuma perlu bayar murah gak pake uang gedung karena kesempatan dari pemerintah. Untuk mendapatkan LPDP saja, saya dapat peluang karena bisnis ayah saat itu sedang bagus-bagusnya dan saya sudah bekerja meskipun gajinya baru UMR Kota Malang.

I would say I am privileged compared to those who doesn't have much privilege. And I am also grateful for being born on the poverty side. Growing up having limited choices, always under appreciated, having no connections really made me tough. Since the beginning I got nothing to lose. Everything happened because God wants it to happen and I strive to make it happen. Therefore, I tried as much as I could not to downgrade what people had achieved no matter how small their achievement might be. And I will try as hard as I could not to make other people look worse just to make myself feel better than them.

Comments