Separation Anxiety

Jujur pertama kali denger istilah Separation Anxiety itu dari mbayodd ke kucingnya Yaki. Yaki ini merupakan kucing oren yang ditinggal mbayodd kuliah ke Inggris sejak tahun 2015 hingga tahun 2018-an lalu. Mungkin karena ditinggal lama oleh sang pemilik, si kucing akhirnya develop separation anxiety. Karena ni kucing inginnya deket-deket terus sama mbayodd. Kalau pun ditinggal sudah ngeong-ngeong dan selalu mencari perhatian sang pemilik. Istilahnya manja banget lah. Melihat Yaki rasanya seperti melihat diriku sendiri, jadi kupikir mungkin aku juga punya kondisi seperti si Yaki: separation anxiety alias panik kalau berpisah dengan sesuatu.

Akhir-akhir ini aku banyak menjual barang, dimulai dari menjual keyboard Rexus Daxa M84-ku lalu kulanjutkan dengan menjual alat pijat yang diberikan oleh kantor, serta menjual album DAY6 yang langka dan baru kumiliki sekitar 2-3 mingguan saja The Day. Jujur, satu hal yang mungkin membuatku nggak bakat jadi seller adalah karena aku memiliki Separation Anxiety. Nggak cuma pada manusia, kepada barang pun aku merasa susah move on juga.

Kasus pertama adalah keyboard Rexus Daxa M84. Awalnya aku hanya impulsif berkeinginan untuk menjualnya saja. Ya biasalah, tujuanku jualan itu nggak butuh duit, cuma jualan kasual aja. Makanya aku unggahlah itu foto keyboard di e-commerce hijau. Karena berpikir bahwa hobi mechanical keyboard ini nggak se-menjamur itu dan kondisi barangku ini juga cenderung bekas (4 bulan pemakaian) jadi aku berpikir "Siapa sih yang bakal beli juga kan?". Eh tanpa aku sadari, ternyata ada 17 orang menghubungiku di hari yang sama!!! Tapi seharian itu aku nggak buka e-commerce hijau sampai ternyata ada e-mail masuk yang memberitahuku bahwa sudah ada yang check out si keyboard ini dan sudah dilakukan pembayaran.

Sontak aku kaget dong, this is not what I expected. Aku memang berniat jualan keyboard, tapi nggak berniat untuk terjual secepat ini. Alasan utamanya karena aku memang ingin ganti keyboard ke merk yang lain tapi aku benar-benar take it slow. Aku bahkan belum sempat memutuskan mau ganti ke keyboard apa, kecuali si NovelKeys RFP yang sudah masuk wishlist tapi baru mau aku beli tahun depan. Eh lha kok ternyata keyboard mechanicalku laku dan mau tidak mau, suka tidak suka aku harus membungkusnya untuk dikirim ke pembeli.

Semalam setelah mendapatkan notifikasi dari email bahwa keyboardku terjual, aku tidak bisa tidur. Aku merasa kehilangan sesuatu yang sangat berharga buatku (ini terdengar lebay tapi ini kenyataan). Aku bangun sampai pukul 2 pagi dan otakku tidak bisa berhenti memikirkan: aku harus beli keyboard apa setelah ini? Dan bagaimana cara aku packing si keyboard yang aku jual ini? Lalu aku juga mempertanyakan keputusan-keputusanku "Kenapa aku menjual keyboard ini kalau aku masih ingin menggunakannya?" dan lain sebagainya. 

Akhirnya hari esok pun datang dan pagi-pagi betul aku sudah mencabuti keycaps matcha yang terpasang di keyboard dan mengubahnya ke keycaps bawaan si keyboard. Aku bungkuslah keyboard itu dengan perasaan penuh kepanikan: Aku akan menggunakan keyboard apa nih? Sudah terlanjur suka pakai keyboard mechanic juga. Terlepas dari kepanikan itu, akhirnya aku tetap mengirimkan si keyboard. Jujur perasaan galau dan bersalah ini terus ada hingga keyboard itu sampai di pembeli. Aku bahkan memikirkan: apakah si pembeli akan menjaga keyboard ini dengan baik seperti aku merawat keyboard itu (meski hanya 4 bulan)? Setelah transaksi berhasil, yang berarti akhirnya aku mendapatkan penghasilan dari penjualan keyboard ini, di situlah aku merasa sedikit lega. Lagipula pada akhirnya aku membeli keyboard baru yang masuk wishlistku, sebuah kegiatan yang kulakukan terlalu cepat padahal rencananya masih tahun depan. Dan setelah itu, apalagi setelah keyboard yang kuinginkan datang, pelan-pelan aku bisa move on dari keyboard mechanicalku yang lama.

Kasus kedua adalah album The Day. Album ini berada di tanganku hanya dalam hitungan minggu. Padahal aku sudah lama mengincarnya demi melengkapi koleksi album DAY6-ku. Salah seorang teman pernah bilang untuk apa mengoleksi album The Day karena isinya masih ber-6 kan? Sementara saat ini DAY6 isinya 5 orang. Tapi aku tetap kekeuh. Kapan lagi kan aku dapat kesempatan mengoleksi album langka ini? Ya sudahlah yang penting aku beli dulu. 

Aku mendapatkan album The Day ini dari seorang seller di Thailand, itupun karena salah seorang mutual twitter memberitahuku. Transaksi berlangsung selama sebulan lebih karena ada warehouse, pengiriman, dan lain sebagainya. Aku mendapatkan harga The Day itu cukup affordable, di bawah pasaran, yah walaupun sebenarnya range harganya sendiri sudah 3 kali lipat dari harga aslinya. Nggak papa lah, pikirku, yang penting dapat dulu dan cukup murah daripada nge-bid The Day yang ready di Indonesia kan? Kukira aku akan excited memiliki The Day. Kukira kebahagiaanku akan jadi sempurna.

Nggak tahu kenapa, ketika album itu datang, aku bikin konten unboxing seperti biasa. Rasanya tidak ada apa-apa. Tidak ada kebahagiaan. Tidak ada kesenangan. Yang ada hanyalah: kenapa aku membeli album ini? Intinya album itu tidak sparks joy. Oleh sebab itu, setelah membuat konten aku memutuskan untuk menjualnya saja. Lagi-lagi aku menjualnya kasual. Kalau ada yang nanya keberadaan album The Day ya aku tawarkan dan aku juga memasangnya di e-commerce. Mungkin ini memang rezekiku, ternyata album ini juga sudah diincar banyak orang. Banyak yang bertanya, lalu mundur ketika aku sebutkan harganya. Ada yang serius juga. Tapi ada satu orang pembeli dari fandom lain bahkan, dengan cepat dia langsung check out albumku. Padahal aku sedang dalam negosiasi dengan seseorang di dalam fandom sendiri. Aku langsung panik dong. 

Untuk album The Day pun, aku sengaja memasang harga tinggi agar orang-orang berpikir dua kali dalam membelinya. Karena walaupun tidak sparks joy, album itu memang melengkapi koleksi albumku. Namun ya nasi sudah menjadi bubur, setelah negosiasi dengan orang se-fandom tidak lagi berjalan, aku mengubah harga albumnya jadi sedikit lebih tinggi dari yang dia tawar. Lalu orang dari fandom lain tanpa ba bi bu langsung membeli albumnya. Voila! Sekarang albumnya sedang dalam perjalanan menuju pembeli. 

Sedih? Sedikit. Lagi-lagi seperti yang sudah aku ceritakan, aku mengalami separation anxiety. Di satu sisi album itu memang tidak sparks joy, tapi di sisi lain ya album itu melengkapi koleksiku. Melepas sesuatu itu antara ikhlas dan tidak ikhlas. Memang beginilah aku, anaknya indecisive. Mungkin aku harus belajar untuk jadi lebih ikhlas dalam melepas sesuatu. Mungkin aku harus belajar untuk berdamai dengan diri sendiri.

Kalau dipikir-pikir sebenarnya aku memang tidak suka perpisahan sejak dulu. Aku tidak suka mengalami rasa sakit karena berpisah dengan sesuatu. Jadi untuk melindungi diriku, aku memilih berpisah dengan cara yang tidak baik. Berpisah dengan cara yang baik hanya akan meninggalkan luka yang tidak terobati buatku. Berbeda dengan cara yang ekstrem, dengan membenci sesuatu atau seseorang untuk berpisah. Dengan demikian, aku hanya akan melihatnya sebagai suatu hal yang tidak berharga lagi. Aku tidak suka berpisah dengan sesuatu yang menurutku masih berharga buatku. Dan inilah yang hingga saat ini jadi masalah buatku, aku tidak suka ditinggalkan. Aku tidak suka akhir yang manis. 


Comments