2022: Growth for Forgiving and Feeling More Content

Sebetulnya kalau dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, tahun 2022 ini ngga yang istimewa-istimewa banget. Bahkan perubahan dan growth sebagai manusia juga ngga kerasa se-signifikan seperti pas aku bertambah umur dari 23 tahun ke 25 tahun. Bagusnya, di tahun 2022 ini pandemi sudah mulai easing alias mulai melonggar. Sehingga aku udah punya kesempatan untuk pergi-pergi travelling lagi dan mulai bersosialisasi lagi pada umumnya. Meskipun ya perubahan itu terasa berarti setelah dua tahun pandemi. Sejujurnya di era pandemi itulah aku mengalami Dark Night of The Soul alias masa-masa paling gelap dalam hidup. Udah ngga bisa sosialisasi, stress di pekerjaan menumpuk, nggak ada teman buat cerita, dan yah sampai waktu itu akhirnya aku snap. Setelah melewati semua itu, alhamdulillah everything got easier. Dan alhamdulillah 2022 aku lagi-lagi mendapatkan banyak rezeki dan keberuntungan, termasuk bertemu dengan orang-orang baru yang senantiasa memberikanku pengalaman dan sudut pandang yang baru.

Di bulan Januari, masa-masa honeymoonku di IPM sudah habis. Bulan Januari kurang lebih tepat 3 bulan aku resmi pindah dari tempat kerja lama (CSP) ke IPM. Di IPM itu aku merasa everything's lot easier. Mungkin dari pressure kerjaan yang lebih ringan? Suasana yang kondusif? Atasan yang suportif? Anak-anak muda yang solid? Atau memang aku sudah terbiasa memahami hal-hal yang lebih kompleks saja di tempat kerja yang lama. Jadi everything's easier.

Di bulan Januari itu juga, Bos-ku yang lama yang sempat aku benci kembali padaku. Tahu Bapak ini kembali padaku, rasanya duniaku runtuh. Aku yang sudah mendapatkan bos yang baik, kembali bertemu dengan si Bapak ini. Awalnya aku cemas dan takut. Apalagi aku kan sudah kentara menorehkan tinta hitam, kepindahanku itu nggak baik-baik saja. Di sisi lain, aku mulai berpikir kalau sepertinya jalan yang diberikan Tuhan memang harus seperti itu agar aku bisa belajar memaafkan. Bisa belajar memahami sudut pandang beliau. Bisa belajar untuk lebih menerima dan legowo, nggak melulu membangkang terus. Yah walaupun sekarang, ketika aku mengetik ini di Bulan Desember aku ngga terlalu banyak berubah juga. Masih ada hal-hal yang aku benci dari Bapaknya. Tapi di saat yang sama aku juga jadi memahami ada beberapa sisi yang aku belum pernah lihat dari Bapaknya. Justru malah sekarang kalau bisa dibilang aku mulai bisa berterima kasih, memaafkan, dan memahami Bapaknya sedikit-sedikit. He's not as bad as I thought. And it sure did, the time will heal anything.

Di tahun 2022 aku juga bertekad untuk mulai peduli pada gaya hidup sehat. Aku mulai ambil katering diet, aku tetap berusaha untuk selalu olahraga. Yah walaupun olahraganya cuma bisa lari di tempat hampir setiap hari selama 30-45 menit sih. Meskipun demikian, aku nggak merasa berat badanku turun secara signifikan. Mungkin karena di weekend aku masih banyak cheating dan makan enak? Di tahun 2023 nanti, aku berharap aku akan masih tetap berolahraga dan menjaga gaya hidup sehat ini. Kalau bonus turun berat badan signifikan aku aminkan banget deh.

Bulan Februari, setelah kembali menyesuaikan diri bertemu dengan si Bapak. Ada kabar kurang mengenakkan yaitu temanku pindah ke tempat lain. Pada waktu itu akhirnya aku memutuskan untuk confess ke dia karena kurasa timingnya pas. Iyalah pas kan ngga ketemu lagi. Iya, aku memiliki kecenderungan untuk confess sebagai penutupan bukan pembukaan. Aku ngga berharap akan jadian sama temanku ini dan justru berharap kalau misal ditolak ya berarti memang kita ngga akan komunikasi lagi selamanya. Sebuah kebiasaan buruk ya? But it's just my way.

Yang bikin aku agak kesal sama temanku ini bukan soal fakta aku ditolak. Sebetulnya ngga ditolak secara gamblang juga sih, waktu itu aku di-ghosting. Itulah yang bikin aku kesal. Aku merasa bahwa kami adalah teman baik. Dari semua anak yang ditempatkan di tempatku bekerja, aku merasa aku dekat dengan dia. Tapi rasanya justru lebih mengesalkan ketika bahkan sebagai teman-pun aku ngga dianggap. Karena itulah aku jadi lebih cepat mengikhlaskan dia dan move on dari dia. Ya, karena dia simply nggak menghargai keberadaanku selama dua tahun belakangan.

Di Bulan Maret, aku meminta adikku untuk datang ke Jakarta. Satu hal karena aku lagi malas pulang, hal lain adalah karena ingin dia sekali-kali main ke Jakarta saja. Adikku berada di Jakarta kurang lebih satu minggu dan aku ajak makan enak sekaligus main-main ke tempat yang dia inginkan. Di saat aku main sama adikku itulah aku merasakan tulang ekorku patah. Iya, waktu itu adikku mengajakku ke Museum MoJA untuk main roller skate. Sebagai orang yang seumur hidup ngga pernah main roller skate, aku terjatuh dan tulang ekorku patah. Sungguh konyol.

Kebahagiaanku saat itu adalah keberadaan adikku. Memang sih kalau ada dia pengeluaranku jadi makin membengkak, tapi selama dia hepi dan aku bisa bersamanya hidupku jadi terasa lebih mudah. Mungkin memang obatku ini adikku. Mau se-stress apapun cukup liat muka dia sudah bahagia lagi. Sekarang pun begitu, aku menuliskan tulisan ini di rumah. Setiap hari melihat adikku dan mendengar suaranya saja aku sudah lega. Bahkan aku sempat lupa kenapa aku bersedih beberapa waktu lalu. Atau betapa stressnya aku dengan kehidupanku di Jakarta.

Di bulan April, aku berhasil menurunkan berat badanku hingga 5 kilo kalau dibandingkan dengan awal tahun. Massa lemakku juga menurun hingga 39%. Sejauh ini, itu adalah rekor terbaikku. Kebiasaanku berolahraga juga sudah termaintain dengan baik hingga bulan Ramadan tiba. Di bulan Ramadan, intensitas olahragaku berkurang drastis dan sejak saat itu aku nggak pernah bisa kembali pada masa-masa aku rajin lari di tempat dengan pace 7 menit per lap-nya. Dan kalau dibandingkan pada bulan April, beratku kini kembali lagi ke 75 tanpa aku bisa menurunkan lagi 5 kilo hahaha. Gagal sudah rencana diet 2022-ku. Mari kita usahakan kembali di rencana diet 2023.

Di bulan April juga ngga ada yang terlalu istimewa kecuali aku sempat ikut kegiatan gathering KapanLagi Korea demi ngedapetin Season Greeting Dreamies 2022. Tapi ternyata belum rezeki. Rezekinya malah dapat voucher Under Armour yang hingga mau expired belum pernah aku pakai ini. 

Setelah puasa berakhir, sebetulnya aku ngga langsung pulang. Aku merayakan lebaran di Jakarta karena sudah cukup bosan aja selalu menghabiskan lebaran di rumah. Jadi memang sudah dua tahun belakangan aku telat pulang ke rumah untuk merayakan lebaran. Baru nanti di tahun 2023 aku akan pulang dekat-dekat lebaran lagi. Memang ngga terlalu prefer merayakan lebaran dengan keluarga aja sih. Toh di rumah juga nggak se-istimewa itu lebarannya. Jadi mau dirayakan bareng atau tidak ya ngga terlalu berbeda jauh. Malah lebih nyaman lebaran sendirian di Jakarta. Lebih bebas, lebih damai.

Intinya di bulan Mei aku pulang. Dua minggu setelah lebaran aku memutuskan untuk pulang karena sudah sumpek juga dengan Jakarta. Sudah sumpek dengan si Bapak yang lagi-lagi membuat kehidupan pekerjaan kurang menyenangkan. Apalagi AVP (bos-ku) yang baik juga pindah ke tempat kerjaku yang lama. Tahun ini aku mengalami kekosongan posisi AVP cukup lama. Ada kali 6-8 bulan hingga ketemu dengan AVP baru yang super baik dan super nyambung juga ini. Di bulan Mei itu aku keep up dengan beberapa kelas dance yang sudah lama kutinggalkan sejak pandemi. Tetap berolahraga. Tapi ya tetap gendut juga. Perubahan yang cukup berarti pas bulan Mei adalah aku bertemu lagi dengan teman lama. Temanku waktu sekolah SMK tepatnya. Sebelum aku pulang, aku sempat bertemu dia di Jakarta. Dan ternyata dia menetap cukup lama juga di Jakarta. Dari situ timbullah petualangan baru.

Petualangan barunya dimulai di bulan Juni, dimana aku mulai ikut badminton rutin di hari Minggu bersama teman-teman kuliah temanku SMK ini. Dan siapa yang menyangka kalau pertengahan tahun 2022 ini justru membuatku bertemu dengan orang yang sampai saat ini masih aku pikirkan. Orang yang aku ngga tahu kenapa aku taksir. Orang yang menurutku paling pas buatku saat ini terlepas dari kekurangan-kekurangannya. Orang yang sudah bikin aku cukup berubah dari pertengahan menuju akhir tahun 2022. Ya, dia temannya temanku SMK itu.


Kukira aku cuma akan nambah teman dengan ikut olahraga rutin aja. Kukira aku nggak akan kecantol salah satu dari temannya temanku itu. Tapi ternyata aku kecantol juga. Ujung-ujungnya setelah mulai ikut rutin badminton sejak Juni, aku sudah berhenti per November kemarin. Agak sedih juga sebetulnya harus meninggalkan kebiasaan baik. Tapi aku sendiri nggak tahu kapan aku akan siap ketemu si orang ini lagi. Keadaannya sekarang saja aku masih suka dia meskipun sudah ditolak.

Terlepas dari kejadian badminton dan orang yang kutemui lalu kutaksir itu. Konser sudah mulai diadakan lagi. Konser pertama yang aku datangi pasca pandemi adalah konser Epik High. Pasar grup-nya Tablo ini sebetulnya cukup niche. Harusnya ngga banyak orang yang tahu. Tapi pas war tiket pertama, aku ngga dapet tiket regular malah dapetnya VIP. Padahal aku ingin ambil tiket reguler. Baru dapat tiket reguler dengan harga sedikit di-mark up di war kedua. Akhirnya tiket VIP itu aku jual. Oh iya, ini semua juga terjadi karena aku sudah mulai pakai kartu kredit sejak tahun ini. Pertimbangannya adalah untuk menjaga cash flow. Semoga aku nggak kalap menggunakan kartu kredit ya hahaha.

Konser Epik High ini sebetulnya seru dan energi yang aku dapatkan dari Tablo, Tukutz, dan Mithra ini melegakan banget. Aku nggak hapal semua lagi Epik High sih, tapi abis konser badanku rasanya ringan dan hatiku rasanya plong. Akhirnya ngonser lagi. Akhirnya mendapatkan energi yang bikin hati damai. Yang aku sesalkan adalah minimnya kesadaran orang-orang untuk menciptakan suasana yang kondusif. Konser Epik High ini seated tapi orang-orang pada berdiri. Kayak sia-sia aja gitu loh, nggak tertib. Belum lagi orang-orang pada ngangkat HP tinggi-tinggi. Yang bikin gak nyaman lebih ke crowdnya sih bukan ke artisnya.

Sementara di bulan Juli ada lagi yang berubah dari hidupku. Yang semula pekerja kantoran biasa tiba-tiba diajak bikin band. Semua bermula dari acara perayaan ultah Telkom. Ceritanya masing-masing Direktorat diminta untuk mengirimkan perwakilan untuk tampil. Informasi yang kami dengar pertama kali adalah akan diadakan seleksi dulu di level Direktorat untuk menentukan siapa yang tampil. Namun karena yang semangat cuma IPM jadinya ya IPM aja yang tampil. Kami waktu itu tampil sebagai band. Maklum anak muda IPM ini hobinya nyanyi dan suaranya bagus semua, akhirnya kami membentuk band dengan 4 vokalis. Dan aku jadi drummer karena menawarkan diri. Padahal skill drumku juga masih jongkok kan.

Pengalaman nge-band waktu itu semakin membuka caraku memandang sesuatu sih, khususnya di lingkungan pertemanan sosial. Memang sepertinya aku ngga cocok aja secara sosial, di luar hal-hal profesional untuk berteman dengan rekan kerja. Di situ aku menyadari bahwa memang tempatku bergaul ya harusnya berbeda dengan tempatku bekerja. Belum lagi fakta bahwa memang aku harus lebih banyak belajar dan berlatih drum. Harapanku sih kalau ada lebih banyak rezeki aku bisa pindah ke apartemen biar bisa beli set drum dan sering berlatih. Untuk saat ini ngga bisa karena ngga ada space di kamar kosku. Aku suka nge-band, aku suka main drum. Tapi untuk keep up dengan Generasi Z, untuk memperluas jaringan sosialku di luar hal profesional kayaknya aku nggak bisa. Aku berprinsip untuk stay profesional aja dengan rekan-rekan kerja ini.

Semakin ke sini, aku merasa semakin content dengan hidupku. Gaji ada, tempat tinggal nyaman, pekerjaan stabil, pendidikan sudah cukup tinggi, kehidupan sosial okelah, rezeki nggak ada putusnya, punya teman-teman baik. Yang paling penting dari semua itu adalah aku bisa melakukan apapun yang ingin kulakukan, mau ketemu orang baru bisa, mau ikut band bisa, mau berpergian sendirian juga bisa. Dari segala hal tersebut, coba kalau aku nggak bersyukur apa bukan kufur nikmat itu namanya?

Memang sih hidupku nggak berhenti cukup di situ saja. Yang namanya hidup memang mengharuskanku untuk selalu belajar dan berbenah. Khususnya kalau di kasusku adalah berbenah di cara berkomunikasi dan membangun hubungan sosial. Tapi terlepas dari kekuranganku itu, aku sudah merasa sangat content. Memang masih ada mimpi-mimpi besarku yang menunggu untuk diwujudkan. Cuma aku udah nggak lagi di tahap buru-buru. Karena aku tahu aku berjalan sesuai dengan linimasa-ku sendiri. Aku cuma perlu mengalahkan diri sendiri. Aku cuma perlu terus bertumbuh dan berkembang jadi manusia yang lebih baik. Masalah yang lain-lain itu akan kubiarkan berjalan sebagaimana mestinya.

Salah satu nikmat dan rezeki yang cukup besar juga bagiku di tahun ini adalah promosi 3 tahun pas. Iya, kukira aku akan lambat dipromosikan karena lagi-lagi tinta masa lalu. Tapi untungnya di tempat baru aku merasa lebih dihargai dan merasa lebih berkembang secara eksponensial sehingga aku dipromosikan tahun ini. Alhamdulillah. Targetku selanjutnya adalah dipromosikan sebelum aku lanjut sekolah S3 jadi begitu pulang, aku bisa promosi ke jenjang berikutnya. Target akhirku nggak muluk-muluk sih, kalau bisa jadi BP I ya alhamdulillah kalau mentok di BP II ya sudah.

Sayangnya terkait promosiku dan karirku ini, lagi-lagi tinta merah itu masih mengikutiku. Walaupun menurutku pribadi lagi-lagi aku nggak salah-salah banget. Aku cuma bilang kenyataan yang kualami kok. Dan aku juga konsisten dengan janjiku pada si psikolog yang menanganiku waktu itu kalau aku akan berubah. Sebetulnya bukan salahku juga sih, aku cuma berada di lingkungan yang salah aja. Makanya aku bertindak begitu. Buktinya aku ketika berada di lingkungan yang tepat, lingkungan yang me-nurture juga bisa berkembang secara eksponensial. Bahkan secara profesional aku nggak pernah mencampur adukkan urusan pribadi. Ya karena pekerjaan ini harusnya dinilai dari kacamata profesional bukan personal. Sayangnya, di Telkom kacamata personal ini masih menjadi bias dalam menilai orang. Dan itu yang terjadi padaku hingga saat ini. Gara-gara rapor merah yang sebenarnya juga jatuhnya aku di-gaslighting karena sudah bikin malu perusahaan? Ya gimana lagi, faktanya memang demikian kok. Dan aku tidak melihat perubahan atas apa yang aku tulis waktu itu. Berarti bukan aku yang salah kan?

Yah terlepas dari siapa yang salah, aku memang menerima sih rapor merah yang terus mengikutiku itu. Yah mau bagaimana lagi, risiko bekerja di BUMN. Risiko menjadi orang yang terlalu vokal. Dan risiko menjadi diri sendiri. Jadi ingat salah satu quotes dari Knives Out Glass Onion kemarin:

"It's dangerous to mistaken speaking without thought with speaking the truth." - Benoit Blanc.

Dan kayaknya memang lagi-lagi karena skill komunikasiku yang jongkok ini artinya aku harus lebih bisa mengontrol apa yang keluar dari jari-jemari dan mulutku ini. 

Anyway, selain promosi di bulan Agustus aku juga melakukan banyak travelling. Lebih tepatnya karena aku mau menghadiahi diri sendiri. Memang sengaja memilih bulan Agustus karena bertepatan dengan ulang tahunku. Di minggu pertama aku pergi ke Singapura bersama teman kantor, kami pergi ke Universal Studio Singapore. Dan di minggu ketiga sampai awal September aku pergi ke Korea berbekal ke-impulsif-an beli tiket di sekitaran bulan Maret/Mei. Kisah soal travellingku ini sudah ada di postingan tersendiri jadi nggak akan aku ceritakan ulang di sini ya. Bahkan untuk postingan di Korea aku sudah menuliskannya dalam 3 bagian yaitu: Part 1, Part 2, dan Part 3.

Cerita travellingku ngga habis di bulan Agustus saja, tapi berlanjut sampai September juga. Karena inilah cutiku di tahun 2022 betul-betul habis. Apalagi aku belum tahu kalau ada trik bisa menggunakan cuti perjalanan untuk nambah jangka cuti. Memang aku masih amatir masalah cuti-percutian ini. Jadi setelah dari Korea, aku berada di Jakarta hanya 3 hari dan langsung lanjut ke Singapura lagi untuk ikutan travelling #langkahkecilhariini bersama Jenius. Jujur aku bahagia banget tahun ini bisa pergi ke tempat-tempat yang seru, khususnya pas pergi ke Singapura sama Jenius. Tempat yang dikunjungi ngga terlalu mainstream dan memberikan kesan yang cukup mendalam. Perjalananku ke Korea juga begitu, that was the best planned trip ever!

Lepas dari travelling, ke-hectic-anku bukannya malah berkurang malah bertambah. Di Telkom aku sudah ditodong dengan beberapa report khususnya report quarterly. Ditodong dengan perpindahan parenting salah satu anak perusahaan. Sementara di Advislab, aku kebagian untuk mengisi 3 kelas langsung dalam waktu berdekatan di bulan September. Bulan September 2022 ini memang agak mixed feeling sih. Refreshed karena sudah liburan tapi juga langsung hectic pasca liburan. Energi benar-benar terkuras habis tapi aku senang dan bahagia. Senang karena bisa melakukan apapun yang aku suka dan berkontribusi bagi orang lain.

Ke-aktifanku di Advislab juga masih berlangsung di bulan Oktober yang mana aku juga masih mengisi kelas-kelas kecil. Bagusnya kelas-kelas ini aku isi ketika aku ada di Jakarta jadi bisa menggunakan pakaian yang proper. Sementara kalau di Malang aku tuh nggak menggunakan pakaian yang proper sehingga sempat ditegur juga. Ya wajar sih memang jadi tidak terlihat profesional. Memang terbatas sih di Malang opsinya.

Di bulan Oktober ini juga ada konser lagi yang aku datangi yaitu konser Jay B. Beli tiket konser Jay B ngga perlu pake war. Modal impulsif saja. Seperti biasa, apapun yang terjadi di kehidupan Agista biasanya memang triggernya karena behaviour impulsif aja. Begitu tiket ada di tangan, entah kenapa aku justru malah sakit seminggu sebelumnya.

Waktu itu aku badminton rutin di Hari Minggu seperti biasa, ada Kirana juga membawa anaknya. Entah kenapa di hari itu setelah main badminton badanku meriang dan demam tinggi. Kukira itu adalah efek aku terlalu bersemangat badminton. Tapi ternyata ngga juga. Aku suspect waktu itu kena covid karena ada gejala batuk pilek juga. Akhirnya aku bed rest satu minggu saja dan cukup minum obat dari Halo Dok. Iya aku ngga tes Covid karena tahu kalau tes sepertinya hasilnya akan positif. Sementara di akhir minggunya aku ada konser. Akhirnya aku cuma istirahat dan isolasi mandiri. Begitu hari konser tiba, aku sudah sembuh!

Kalau experience konser Jay B rasanya lebih menyenangkan karena crowdnya memang betulan crowd Kpop. Ngga seperti crowd Epik High yang campuran dari fandom mana saja. Di sini Ahgase lebih tertib dari terakhir konser 2018 lalu di Eyes On You. Waktu itu komplainku sama yaitu orang-orangnya ngangkat HP tinggi-tinggi sampe bikin orang gak nyaman nonton konser. Tapi yang kemarin di konser Jay B semuanya tertib. 

Ada satu kisah menarik nih soal konser Jay B kemarin, jadi kan aku memang punya lightstick GOT7 (Ahgabong). Aku memang khusus minta dikirimin dari Malang karena lightstick yang kubawa ke Jakarta cuma lightstick EXO. Nah aku sempat marah-marah sama adikku karena bungkusnya itu ngga pake bubble wrap tapi dibungkus berlapis-lapis sama koran dan selotip cokelat gitu. Tahu-tahu ternyata yang bungkus bukan adikku padahal yang aku beri pesan dan request untuk bungkus adalah adikku dan sudah jelas juga aku minta dibungkus pakai bubble wrap. Marahlah aku karena effort banget buka bungkusnya, bonus kotak penyimpan si lightistick ini jadi rusak lagi.

Selepas masalah pengiriman lightstick itu, ternyata tempat baterai Ahgabongku rusak. Waktu itu aku pikir okelah ngga papa bisa kita coba. Pas aku sudah di venue, kebetulan venuenya deket kos yaitu Kota Kasablanka, aku mencoba nyalain Ahgabongku. Dan benar dugaanku, Ahgabongku gak bisa nyala karena wadah baterainya rusak. Akhirnya aku putuskan untuk balik ke kosan dan menukar wadah baterai Ahgabong dengan Aeribongku. Dan menyala! Sebelum berangkat, awalnya aku mau menukarnya dulu tapi masih berpikir positif. Eh ujung-ujungnya aku balik ke kos juga buat ngebenerin Ahgabongku. Cape deh.

Terlepas dari kesialan minor di hari itu, Jay B ini berasa kayak pacar. Pacar yang sedang manggung aja. Sama seperti Epik High, aku nggak terlalu hapal lagu-lagu solo Jay B tapi berasa hepi menonton performance dia. Apalagi waktu itu aku dapat bonus soundcheck dan duduk di kursi dekat panggung banget. Belajar dari konser Epik High dengan promotor yang sama, di konser Jay B aku sengaja memilih yang VIP Package. Aku mengantisipasi kejadian para penonton ngga mau duduk pas konser, eh tahunya Ahgase pada duduk semua dengan tertib. Terima kasih Ahgase!

Tambahan lagi, di paket VIP ini tuh bonusnya tumpah-tumpah. Selain dapat soundcheck kami juga dapat send off Jay B. Setelah konser berakhir dengan heboh, apalagi Jay B sempat bawain beberapa hits GOT7 seperti Teenager, Jay B duduk di dekat pintu keluar venue. Dia duduk dengan pembatas kaca sambil melambaikan tangan. Banyak orang yang ngga siap ngerekam dan bahkan ngga tau Jay B duduk di mana. Sementara aku sudah sangat siap dengan kamera untuk ngevideoin momen dan cuma bisa bilang "Annyeong~" pada Jay B waktu itu. Wah itu perasaannya sungguh bahagia karena Jay B berasa sedekat nadi. Dan bagian terbaiknya, ada beberapa orang yang menang undian VIP untuk foto bareng Jay B. Kebetulan keberuntunganku soal dunia per-Kpop-an ngga sebanyak itu. Dan keberuntunganku sudah kuhabiskan untuk menang trip dengan Jenius ke Singapura jadi aku ngga dapet bagian foto bareng Jay B. Cuma bisa send off dan bisa ikut soundcheck aja, aku sudah bersyukur minta ampun.

Semoga tahun 2023 bisa sama DAY6 ya, yuk bisa yuk.

By the way, nyambung lagi ke gebetanku dari circle badminton rutin di hari Minggu itu, akhirnya aku mulai pick up hobinya dia. Pernah suatu hari aku mencoba untuk ngedeketin dia dan memahami hobinya yaitu fotografi pake kamera analog. Aku ngga bisa memahami dimana asyiknya motret pakai kamera analog. Waktu dijelaskan oleh anak ini, namanya Fikar, aku merasa hal itu ribet. Karena harus paham balancing antara aperture, shutter speed, dan ISO. Harus mau cuci film. Nggak bisa lihat hasil foto secara langsung juga. Di situ aku pernah bilang ke dia kalau aku akan stick to digital aja karena ngga berbakat motret manual.

Eh tapi ternyata kayaknya aku kalah dengan rasa cinta. Bukan sih, lebih tepatnya aku kalah sama diskon. Waktu itu di toko oren ada diskon kamera analog-analogan dengan roll film dibanderol dengan harga murah. Jadi aku coba saja. Siapa tahu dengan mencoba hobi yang sama dengan Fikar, aku bisa ngobrol lebih lancar dengan dia. Di situlah aku mulai menyadari bahwa memang fotografi dengan kamera analog ini ada kepuasan batin yang intangible. Apalagi kalau hasil fotonya ciamik. Belum lagi eksplorasi dengan roll film yang berbeda. Kini aku menyadari kenapa anak itu suka fotografi kamera analog. Bukan karena edgy tapi karena memang ternyata seru aja.

Percobaan pertamaku menggunakan kamera analog di bulan Oktober waktu itu adalah dengan pergi ke Kebun Raya Bogor sama Embun. Jadi aku mencoba menjadikan Embun sebagai muse-ku dan sekalian aku ajakin dia jalan kaki biar sehat. Embun hepi, akupun hepi. Kami berdua hepi. Kalau dipikir-pikir lagi, kayaknya waktu itu adalah terakhir kami jalan di akhir pekan bareng.

Setelah 5 bulanan menyimpan rasa buat Fikar dan nggak terlalu banyak kemajuan, akhirnya aku memutuskan untuk bikin closure. Seperti yang sudah kujelaskan di awal, confess adalah salah satu bentuk closure-ku. Kali ini, aku berharap kalau Fikar akan meng-ghosting-ku seperti yang dilakukan teman sekantorku itu. Tapi ternyata ngga, Fikar menolakku dengan cara yang baik. Dan justru karena itulah aku nggak bisa move on sampai sekarang. Memang sih waktu itu aku memutuskannya di waktu yang random, timing yang gak pas. Akunya juga ngga sabar untuk menekuni usahaku ngedeketin Fikar. Tapi aku tuh nggak bisa menahan rasa suka lama-lama. Apalagi kalau harus ketemu Fikar tiap minggu dan takut sendiri kalau dia lama-lama jadi tahu aku suka dia. Jadi aku pikir sekalian aja confess abis itu ngilang dari hidupnya.

Rupanya langkahku justru salah kayaknya. Setelah tahu hasilnya. Setelah tahu bagaimana cara Fikar menolakku. Aku masih berharap kalau ada kesempatan di lain waktu. Siapa tahu memang dia nggak suka aku sekarang tapi siapa tahu nanti kan? HAHAHAHA GAK BOLEH NGAREP AGISTA TOLONG! MOVE ON!!!!!

Intinya memang harusnya aku ngga pernah confess. Harusnya aku tetap sembunyiin aja rasa sukaku ini. Harusnya aku tetap berteman seperti biasa sama Fikar. Harusnya aku mencari tahu lebih banyak soal dia. Dan banyak harusnya-harusnya yang lain yang gak terjadi, karena kebodohanku sendiri.

Kalau kata ChatGPT, aku memang harus ngasih waktu bagi diriku sendiri buat healing. Aku respect dengan keputusan Fikar. Aku memang sengaja menghilang biar aku juga gak kepikiran dia terus-terusan. Tapi sampai sekarang, dari semua usahaku itu, aku nggak bisa menolak kalau aku masih suka dia. Walaupun aku juga bertanya-tanya, aku ini betulan suka Fikar atau suka Fikar yang ada di dalam bayanganku aja? Tapi yah, intinya itu. Aku ditolak itu sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Soal aku move on, cuma waktu yang bisa menjawabnya.

Selain Fikar, kondisi di kantor juga lagi kurang kondusif karena ada orang-orang baru. Keberadaan mereka ini bukannya mempermudah pekerjaan malah nambah-nambahin pekerjaan. Dan sebetulnya gongnya meletus di akhir tahun ini. Ada orang-orang yang diberikan kesempatan untuk belajar tapi ngga mau mendorong dirinya lebih untuk belajar. Ada orang-orang yang ngga mudah menerima dan beradaptasi di lingkungan yang berbeda. Ada orang-orang yang merasa dilangkahi dan merasa bahwa aku ngga patuh pada peraturan. Ya tapi memang rimba kehidupan perkantoran ya gitu. Apalagi kalau di tempatku bekerja, memang dituntut untuk fast-paced di segala aspek.

Ada juga masalah-masalah antara aku dengan peer. Beberapa sudah aku sebutkan di atas, soal ya udah relasi profesional ya profesional aja. Tapi ada orang yang ngga bisa menerima itu. Termasuk juga soal caraku berkomunikasi, yang bikin aku kepikiran bukan main. Ya karena memang skill berkomunikasiku pada orang lain tuh jongkok banget. Dan itu juga yang memicu konflik dengan peer-ku. Ya intinya aku ada salah, dia juga ada salahnya. Bedanya aku ngga eskalasi ini ke atasan dengan menjelek-jelekkan dia. Aku diam dan aku simpan saja semua rasa kesalku tanpa atasanku tahu. Eh tahu-tahu ternyata atasan membelaku. Tahu-tahu ternyata malah dia duluan yang jelek-jelekin aku ke atasan. Di situ aku merasa "Oh oke cukup tahu."

Cukup tahu bagaimana orang berperilaku di balik punggung kita. Cukup tahu bagaimana profesionalisme diukur. Dan cukup tahu bagaimana untuk menetapkan batasan agar tidak terlalu mencampuri urusan orang lain. Tahun ini aku banyak belajar, khususnya di caraku memahami manusia. Caraku mulai memperbaiki responku terhadap orang lain. Caraku untuk memaafkan.

Intinya sekarang adalah tetap berfokus pada diri sendiri, tetap profesional, tetap melakukan apa yang harus kulakukan tanpa harus memikirkan apa yang orang lain lakukan. Karena itu memang di luar kontrol. Karena hal-hal yang berkaitan dengan orang lain bukan tanggung jawabku. Yang jelas, aku yakin kok kalau aku adalah orang yang baik dan orang yang melakukan pekerjaan dengan sungguh-sungguh, orang-orang juga akan melihatnya suatu saat nanti.

Di bulan November itu, selain kantor kisruh, ditolak sama Fikar. Ada hal-hal positif juga seperti pergi dinas ke Belitung, akhirnya ketemu offline dengan ciwi-ciwi Advislab dan juga konser Keshi. Iya tahun ini aku datang ke 3 konser dan kayaknya semua konser yang kudatangi itu di-trigger oleh keimpulsifanku sendiri.

Di konser Keshi aku memang sengaja ngga ambil terlalu banyak footage. Di hari itu aku sengaja datang dan menikmati konser. Pokoknya aku mau have fun. Karena sebelum konser sudah ada cerita menyebalkan. Kisahnya bermula dari temanku yang awalnya mau nonton bareng ngga jadi karena dia ada agenda lain. Akhirnya dia menjual tiketnya. Berhubung waktu itu dia beli tiket di aku, jadi yang pegang tiket memang aku. Nah, si anak yang beli tiketnya temanku ini agak kurang tahu diri. Yang pertama, rumah dia di Cempaka Putih yang mana itu jauh banget sementara venuenya di Senayan. Si anak bilang kalau dia baru berangkat setelah aku ngabarin akan berangkat, yang mana agak kurang masuk akal karena jarak Jatinegara - Senayan lebih dekat daripada Cempaka Putih - Senayan. Yang kedua, waktu itu hujan. Sebagai orang yang butuh tiket (anak itu) harusnya dia meluangkan waktu lebih banyak dan prepare lebih matang karena cuaca sedang tidak mendukung. Eh ngga, dia malah santai. Sementara aku juga sudah mengabarkan kalau aku berangkat 2 jam sebelum konser dimulai. Aku harus menunggu dia 1.5 jam untuk datang sampe konser hampir dimulai. Aku sampai ngga makan dan lain sebagainya gara-gara anak itu. Yang ketiga, bahasa yang digunakan anak itu juga ngga sopan. Intinya aku udah jadi cranky duluan gara-gara si anak ini.

Beda banget dengan pembeli tiket VIP Epik High-ku yang sopan dan tepat waktu. Sungguh pengalaman yang kurang mengenakkan.

Beruntungnya waktu konser Keshi aku ketemu dengan teman sesama Telkom yang sama-sama nonton Keshi. Jadi aku pasang muka tembok dan ikut rombongan dia saja. Di situlah akhirnya aku merasa sangat enjoy dan hepi menikmati konser Keshi.

Aku menutup tahun kebanyakan dengan healing. Healing pasca ditolak Fikar tentunya karena udah dua bulan kok masih kepikiran aja sama Fikar, sukanya ngga ilang-ilang. Akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke Bandung bareng Mbayodd dan Maskipa. Kami ketemu mamah yang bentar lagi nyusul Mas Adjuy ke Jepang. Kabar gembiranya, Mas Adjuy PhD di Jepang! Mbayodd mau PhD ke Jerman. Dan semoga aku bisa tetap PhD di London 2024 nanti.

Lalu karena sudah mulai terbiasa pakai analog dan sudah merasakan keseruannya, aku mulai serius beli kamera analog SLR yaitu Yashica FX-3 Super 2000. Memang awalnya dari Fikar sih tapi keseruannya membuatku jadi ingin melanjutkannya. Kalau diperhatikan, kayaknya aku punya kecenderungan pick-up hobi baru di akhir tahun deh. Kalau yang sekarang lagi suka-sukanya motret pakai kamera analog.

Oh iya sebelum aku pulang ke Malang, aku sempat juga mengalami roadshow seminggu dinas. Dari Bali ke Lombok hingga akhirnya ke Malang. Dan beginilah aku saat ini menghabiskan tahun baru di rumah. Mencoba ngga fokus ke Fikar melulu tapi fokus menata diri. Menyempatkan diri untuk menulis lagi pasca patah hati November lalu. Dan terhibur dengan eksistensi adikku.

Bisa dibilang tahun ini aku banyak reminiscing with the past. Salah satu halnya juga karena Fikar. Karena Fikar dari Malang, circle kami juga banyak beririsan baik temannya waktu kuliah atau waktu SMA. Tahun ini juga temanya adalah forgiving, dimana aku belajar banyak memaafkan dan letting things go. Di tahun 2022 aku juga merasa lebih content, lebih bersyukur dengan apa yang kupunya. Lebih bahagia dengan hidupku. Semoga tahun depan aku lebih content lagi, menjadi manusia yang lebih baik, dan bisa mewujudkan mimpi-mimpi yang lain yang menanti untuk diwujudkan.

있어라있어할수있어!!

P.S: Btw cuma Fikar satu-satunya nama orang yang kusuka yang ku-mention dalam blog ini. Sebelumnya ngga ada yang pernah kusebut.

P.P.S: Catatan kaki di atas itu ngga penting, skip aja.

Comments