Analogi Baju

“Baju ke 45! Akhirnya sebentar lagi setrikaan kelar”, ujar Rania kepada dirinya sendiri dengan telinga yang tersumbat earphone. Rania selalu mengerjakan ritual rutinnya itu setiap Minggu, hari liburnya yang seharusnya dihabiskan dengn bersantai menikmati me time, berbalik menjadi hari bersih-bersih, bagi Rania itu adalah me time yang sesungguhnya. Playlist di iPodnya berganti mendengungkan The Only Exception milik Paramore. Selalu dan tak pernah berubah sejak tujuh bulan lalu atau bahkan dua puluh lima bulan lalu, lagu itu mengingatkan Rania terhadap seseorang yang pernah Ia cintai. Bahkan bisa dibilang lagu The Only Exception lah yang membuat Rania terjebak dalam waktu yang tak pernah ingin Ia hapus, membuatnya gagal move on, terjebak dalam delusi dirinya sendiri bahwa manusia satu itu akan kembali mengisi rongga besar yang bersemayam di hati Rania.


    When I was younger I saw, my daddy cry and curse at the wind
    He broke his own heart and I watch as he tried to reassemble it
    and My mommy swore that She would never let herself forget
    and that was the day that I Promised I’d never sing of love it does not exist
   but Darling, You Are The Only Exception –Hayley Williams bersenandung merdu- sedangkan Rania terpaku sambil tetap menggosok-gosok bajunya dengan setrika hangat.

***

    Rania selalu ingat awal pertemuannya dengan manusia satu itu, manusia yang sudah tujuh bulan ini menghilang dari hidupnya secara tiba-tiba. Rania melihatnya di seberang bangkunya. Manusia itu hanyalah lelaki biasa tanpa keistimewaan. Bahkan bagi orang secerdas Rania, Manusia itu tidak lebih cerdas darinya hanya saja lebih bijak dan lebih mengerti Rania daripada Rania sendiri. Manusia itu dengan cuek mendengarkan headset ketika pelajaran berlangsung. Kakinya bergoyang-goyang, bergerak seperti gaya orang yang menggebuk drum. Matanya terpejam, bibirnya terkatup menikmati alunan music yang didengarkannya secara egois, sedangkan Rania hanya memperhatikannya.

    “Hei kau, bantu aku mengerjakan soal ini,” sodokan lengan Anti ke tulang iga Rania membuyarkan fantasi Rania akan manusia itu, Aze.

    “Dasar kau! Sini ini seharusnya kau kalikan dulu dengan yang ini, setelah itu kita pindah kesini kemudian kita pangkatkan, jangan lupa untuk mengganti variabelnya, jumlahkan dengan sisi ini kemudia dibagi dan taraaa! Nih ketemu hasilnya 3.” Jelas Rania yang tampak sekali gusar karena Anti mengganggu dirinya yang sedang asyik memendangi Aze.

    Sepersekian detik Rania mencuri pandang ke Aze, Aze balik membalasnya tanpa sadar. Kelincutan, Rania pun membatin “Oh Sial!”

    “Hei, Aze itu suka mendengarkan lagunya Paramore loh,” Anti berbicara seolah tahu apa yang sedang membuat sahabatnya ini tampak tak mau diganggu. Rania berpaling padanya dengan cepat.

    “Bagaimana kau tahu?” Rania bertanya tanpa tedeng aling-aling. Anti memutar bola matanya, kemudian berkata,

    “Hello, aku meminjam handphonenya lalu membuka isi playlistnya Rania, dan kau tahu yang kutemukan? 3 Album Paramore lengkap!”, cerita Anti berapi-api. Well,  sekarang Rania mendapatkan kartu truf untuk mendekati Aze.
***

    I’ve got a tight grip of reality but I can’t let go off
    What’s in front of me here
    I know you’re leaving in the morning when you wake up
    leave me with some kind of proof
    It’s not a dream, Air mata Rania menitik. Sekarang sudah baju ke-46 yang Ia setrika. Rania melipat baju tersebut kemudian menatanya di samping meja setrika. Rania sesekali ingin menemukan orang lain yang semacam Aze. Delapan belas bulan bersama Aze, Rania yang keras kepala dan arogan menjadi sosok yang lunak dan bersahaja. Delapan belas bulan yang mengajarkan Rania bahwa Aze lah masa depannya, Aze lah manusia yang ada untuk membimbingnya, Rania mulai delusional bahwa dia terbuat dari rusuk Aze, sama seperti Hawa yang terbuat dari tulang rusuk Adam.

    Rania ingat masa-masa bersamanya dengan Aze, menonton bioskop, berwisata alam, pertengkaran kecil karena kegemaran Aze futsal, bertukar pendapat mengenai tim unggulan mereka masing-masing. Dan Rania yang dibekali dengan memori fotografi mengingat dengan jelas ketika Aze memintanya untuk menjadi teman terdekatnya-lebih dari teman terdekatnya- Rania ingat ketika Aze memintanya Rania baru saja sembuh dari lukanya yang ditorehkan oleh mantannya terdahulu, Evan.

    Rania seolah menemukan sosok baru, sosok yang telah mengobati luka hatinya. Sosok yang membuatnya tidak takut untuk jatuh cinta lagi. Sosok itu The Only Exception, Aze, pengecualian hati Rania terhadap cinta yang membuatnya terluka. Pengecualian bagi Rania setelah masa-masa kekosongan hatinya. Rania tahu bahwa meski Ia tak mau berbicara tentang cinta, di hatinya masih tersimpan cinta tak bertuan, Maybe I know Somewhere deep in my soul that Love never last.

    Tetapi sekali lagi, Aze, manusia yang bagi Rania sempurna karena telah menyempurnakan hidupnya juga pergi dari hidup yang diidamkan Rania. Kini tinggal Rania sendiri yang meratapi semua kenangan yang bahkan meski begitu kuat keinginannya untuk menghapusnya kenangan itu masih tetap tak terhapus. Masih dengan segar melekat dalam ingatan Rania. Menjebak Rania dalam situasi sulit seperti sekarang, dilematis. Rania masih belum mau beranjak dari kenangannya tentang Aze, tetapi keadaan sudah tak memungkinkan lagi baginya untuk kembali bersama Aze. Rania sendiri sebenarnya sudah mencoba menyukai orang lain tetapi dia takut untuk menanggalkan kenangannya, takut merasa bersalah karena telah mengkhianati cinta Aze yang sudah jelas-jelas meninggalkannya.

***

    “Kenangan itu seperti baju yang kekecilan, Ran”, suatu saat Anti pernah memberi wejangan pada Rania yang sedang kalut. Rania mengerutkan kening, alisnya bertaut.

    “Coba bayangkan kamu punya baju, baju yang jadi favorit kamu. Apakah kamu akan terus memakainya sampai kamu dewasa nanti? Kamu kan juga tumbuh Rania, tubuh kamu semakin tinggi dan besar sedangkan baju itu tidak akan tumbuh. Ukurannya akan tetap segitu,” lanjut Anti.

    “Kalau kamu maksain pake baju favorit kamu itu, kamu sendiri bakal ngerasain ketidaknyamanan bukan? Karena apa? Ukurannya udah engga sama, udah kekecilan.” Anti masih nyerocos.

    “Terus? Bajunya dibuang gitu? Dikasih ke orang lain? Disumbangin?”, Rania menuntut jawaban yang lebih logis. Anti menghela nafas, Ia merangkul Rania menatap Rania seperti kakak yang menenangkan adiknya.

    “Baju itu favorit kamu, kamu punya kenangan yang banyak dengan baju itu. Kamu engga perlu membuangnya. Kamu lipat rapi, Kamu simpan. Kalau kamu buang kamu akan menyesal. Suatu saat jika kamu rindu dengan baju itu, kamu tinggal mengeluarkannya dari tempat ia disimpan dan kamu pandangi lagi, Kamu ingat lagi masa indahmu bersama baju itu.” Anti menjelaskan dengan sabar.

    Seharusnya benar, tidak, Anti memang benar. Perasaan Rania terhadap Aze, kenangannya, dan mungkin perasaan Aze terhadap Rania itu seperti baju itu sekarang. Sudah kekecilan, jika memaksakan dri untuk mengenakannya maka akan menjadi tidak nyaman. Rania seolah ditampar oleh Anti secara halus. Rania harus mulai menanggalkannya baju itu, melipatnya rapi, dan menyimpannya.

    “Saatnya kamu membeli baju baru yang pas untuk kamu Rania, Ingat kamu bertumbuh,” Anti bertukas seraya mengelus punggung Rania.

    “Tapi An, perasaan yang dilipat rapi, disimpan, ditumpuk dengan kebencian model apapun, dia tidak akan rusak kan?”
    “Tidak Ran, tergantung dirimu sendiri yang menyimpannya. Baju itu akan tetap ada di sana, tetap dalam lipatannya yang rapi.”

    “Apakah mungkin, adakah kemungkinan kalau ketika aku menemukan baju itu kembali, sama seperti perasaanku yang kusimpan rapi untuk Aze, apakah Ia akan bisa kembali bersamaku?”

    “Ingat Rania, baju itu sudah kekecilan. Apakah kamu pikir ketika baju itu kamu simpan ia juga ikut tumbuh seperti dirimu?”, mulut Rania terkatup rapat. Pikirannya sibuk berspekulasi, mungkin.

    “Tapi yang jelas, baju itu tak akan pernah hilang”, lanjut Anti, kata terakhir dari Anti ini cukup menyejukkan bathin Rania. Cinta itu takkan pernah hilang, ya, dia akan selalu ada di sana tersimpan rapi di dasar tumpukan perasaan yang lainnya. Mungkin ukurannya sudah berubah tetapi Ia tetap berada di sana, tak kan pernah terhapus atau pun hilang.

    “Nah, sekarang kita belanja baju baru yuk Ran,”ajak Anti kemudian.
***

    Rania selesai dengan pekerjaan menyetrikanya. Rania selesai mengatur pakaiannya di lemari bajunya. Ia terdiam, kemudian Ia menekan tombol speed dial di handphonenya, Ia menghubungi Anti.

    “An, ikut aku belanja baju baru yuk.”
    And I’m on my way to believing…

Comments

Post a Comment

Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)

In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)