Resensi Buku : Hujan Punya Cerita Tentang Kita

Novel populer bergenre roman ini ditulis oleh Yoana Dianika. Sederhana saja, dia membuat cerita yang masuk dalam zona aman. Cerita yang Ia coba suguhkan sudah seringkali kita temui di beberapa karya novelis lain. Terdengar klise memang, dan itu kenyataannya. Dan sesungguhnya sejak lembar pertama Saya lahap hingga 3/4 halaman terakhir Saya tidak merasakan puncak konflik yang mungkin oleh penulis tidak dihadirkan dengan dramatis.

Bosan! Itu yang Saya rasakan selama membaca novel yang berkisah tentang Kie (Kinanthi) dan Rangga ini. Bahasanya terlalu bertele-tele, engga mengalir, engga hidup. Kebanyakan berisi deskripsi engga penting, terlalu mementingkan pencitraan tokoh dan tokoh yang dibawa juga terlalu klise. Unik memang memboyong karakter gadis introvert ketika semua novel berbicara tentang gadis metropolitan yang ekstrovert dan berani. Bermain dengan tokoh Kinanthi adanya kita dibawa untuk mengenal gadis yang rapuh, memiliki cukup keberuntungan, dan engga menantang. Terus terang, tokoh introvert pun jika diolah dengan baik maka jadinya engga akan membosankan lo.

Novel ini awalnya menceritakan cinta pada pandangan pertama seorang Rangga terhadap si Kie yang pendiam ini. Proses jatuh cintanya sederhana, engga rumit dan seperti yang sering kita temui di dunia nyata juga. Tapi di antara kedua orang ini terdapat cabang hubungan yang rumit dengan dua orang lainnya, yakni Krisan, sahabat baik Rangga yang dideskripsikan sebagai wanita sempurna dengan masa lalu kelam (khas cerita novel remaja) dan Azar, sahabat Rangga yang juga menyukai Kie sejak pandangan pertama. Seperti yang sudah bilang, kisahnya klise. Rangga suka Kie, Krisan suka Rangga, Azar suka Kie. Seperti itu siklusnya. Sampai paruh ketiga baru kejutan dimunculkan.

Akhirnya, penulis rupanya bosan juga menulis ceritanya dan memilih 'mencoba' membuat akhir  yang tragis dengan tidak mengakhirinya dengan kisah bahagia. Penulis mencoba memisahkan Kie dan Rangga, sehingga cerita ideal kedua tokoh utama bersama menjadi ilusi semata. Tetapi dalam penyampaian konflik ini, penulis kurang cerdas meramu kata-kata sehingga efek yang ditimbulkan terkesan datar dan sederhana. Jadi, pembaca cuma bisa bilang 'Oh! Klise'. Mengapa Saya menggunakan kata-kata klise disini? Karena memang ceritanya mengandung kisah klise yang banyak. Ceritanya dangkal dan Saya engga dapet apa yang mau disampein penulis. Saya tahu menulis sesuatu tidaklah mudah, tetapi mencoba sedikit lebih perfeksionis dari yang bisa kita bayangkan bagus juga kan?

Comments