Mengapa Saya Menyebutnya Sampah?
Tergelitik untuk mengkritisi acara lawakan di salah satu televisi swasta membuat teman Saya mengintimidasi Saya dan membuat beberapa pembelaan terhadap acara lawakan tersebut. Dia berdalih Saya tak mencintai budaya negeri sendiri karena Saya menyebut acara itu SAMPAH. Mengapa Saya menyebutnya sampah tentu Saya memiliki alasan tersendiri di baliknya. Dan Saya ingin menjelaskan juga pada masyarakat awam yang mencintai acara lawakan yang dibintangi Entis Sutisna itu.
- Melecehkan orang lain bukanlah hal yang tabu
- Tampil dengan dandanan heboh dan hancur adalah nilai plus
- Menjatuhkan diri dan berpura-pura terjatuh adalah hal yang sangat lucu
- Melakukan tarian yang sama adalah hal yang patut dicontoh
Tak jarang kita melihat si pemeran utama dalam acara lawakan menyebutkan kata-kata yang tidak pantas terhadap lawan mainnya agar terlihat lucu. Dan akhirnya kita jadi ikut tertawa, menertawakan si Orang yang Terhina. Apakah itu esensi acara berbobot? Itu SAMPAH!
Secara tidak langsung, orang tersebut merendahkan harga dirinya sendiri. Seperti hal yang sudah Saya jelaskan sebelumnya, lagi-lagi kita tertawa bukan karena hal itu lucu tapi kita tertawa karena orang itu terhina. Sekali lagi, itu SAMPAH!
Senjata andalan di acara lawakan yang digemari masyarakat dewasa ini adalah TERJATUH. Kita tertawa melihat orang terjatuh, kita menertawakan orang yang dibuat JATUH. Apakah itu yang ingin disampaikan si pembuat acara? Tertawa di atas penderitaan orang lain. Itu benar-benar SAMPAH!
Tak ada bahan lawakan maka adegan menari-nari dilakukan. Orang-orang akan tertawa karena gerakannya lucu. Secara tidak langsung itu juga menghina si musisi pencipta lagu meskipun mereka bersikap acuh. Apakah itu berharga? itu SAMPAH!
Teman Saya yang melakukan pembelaan tadi bertanya pada Saya apakah Warkop dan Srimulat juga sampah? Dengan tegas Saya jawab tidak! Karena Warkop dan Srimulat adalah KOMEDI bukan LAWAKAN. Hal esensial inilah yang belum dimengerti oleh teman tadi. Solusi Saya, ubahlah lawakan sampah itu menjadi Komedi, tetapi ia berdalih dengan analogi "Karena Rokok berbahaya, maka tutup pabrik rokok ganti dengan pabrik permen!" Tidak dan tidak, daripada mengganti pabrik ROKOK dengan PERMEN lebih baik ganti saja menjadi pabrik GANJA, komoditas murah, mampu merajai dan tentu saja isu dia memabukkan itu salah besar. Maka dari itu belajarlah sejarah rokok sebelum Anda bisa merokok.
Kembali lagi pada pokok permasalahan lawakan dan komedi ini. Sebelumnya Saya akan paparkan bahwa Komedi dan Lawakan adalah jenis yang berbeda. Komedi, Anda membuat orang tertawa tanpa harus membuat diri Anda terlihat KONYOL, ANEH, dan yang lebih parah membuat ORANG LAIN TERHINA. Komedi adalah cara Anda menyampaikan pesan moral dengan cara yang mudah ditangkap orang lain yakni dengan membuat mereka tertawa dan mereka menjadi paham apa yang akan Anda sampaikan. Sedangkan, melawak adalah membuat diri ANDA SENDIRI menjadi KONYOL, ANEH, dan MEMBUAT ORANG LAIN menjadi ALAT BANTU ANDA untuk TERLIHAT LUCU. Ironi bukan?
Esensi dua hal tersebutlah yang belum dipahami betul oleh teman Saya ini. Coba saja lihat Srimulat dan Warkop, mereka tidak menggunakan media orang lain untuk membuat mereka terlihat lucu, mereka tidak merendahkan martabat orang lain, mereka mengalami kesialan yang disebabkan karena kelalaian mereka sendiri bukan yang dibuat-buat, mereka menyampaikan pesan moral dalam komedinya. Tidak seperti acara lawakan yang dibintangi Entis Sutisna dan Olga Syahputra, mengolok-olok orang lain, mengintimidasi orang lain, membuat orang lain terlihat lucu dan pantas untuk ditertawakan. Maka dari itu, Saya menyebutnya SAMPAH, yang seharusnya tidak layak tayang di televisi swasta. Herannya masyarakat sangat menyukai acara yang sebetulnya pesan saja mereka tak punya untuk disampaikan.
Bukannya Saya membela Srimulat, Warkop, atau Stand Up Comedy. Saya ambil contoh lain dari luar negeri, Mr. Bean misalnya dia tidak butuh orang lain yang terlihat bodoh untuk membuat orang tertawa. Orang akan tertawa karena kebodohan 'ALAMI' yang diperbuat Mr. Bean. Di dalam 'KEBODOHAN' yang ia lakukan kita akan tahu makna apa dibalik perbuatan bodoh itu agar tidak kita lakukan sebagai orang normal. Sederhana saja, lebih baik ubah gaya melawak menjadi berkomedi. Membuat orang tertawa tanpa mencoba untuk menjadi konyol. Jika kita adalah penonton cerdas, niscaya bangsa kita jadinya juga tidak akan sebodoh orang-orang yang tampil di acara sampah itu. Terima kasih dan maaf bila kata-kata Saya kurang berkenan.
biar saya jelaskan sedikit
ReplyDeletesadarkah anda bahwa sifat manusia berbeda2 ?
begitu juga selera humor masing2
anda bisa menyebut lawakan itu sampah
tapi bagaimana orang lain ?
lawakan itu hanyalah hasil dari kreatifitas dari diri mereka masing2
menjatuhkan diri contohnya
saat mereka menjatuhkan diri atau malah mendorong yang lain untuk jatuh
mereka marah ?
mereka menggunjing ?
tidak !
malah mereka tertawa
benar bukan ?
ada orang suka durian
sebagian lain bau aroma durian aja muntah
kenapa ?
punya alasan untuk hal itu ?
jika anda ingin semua hal sempurna di mata anda
buatlah dunia anda sendiri
see ya :D
Hello, sebelumnya saya harap Anda membaca postingan saya dengan saksama. Tentu saja ini hanyalah opini saya dan saya memberi penjelasan tentang mengapa saya menyebutnya sampah. Saya tidak menyalahkan orang yang menyukai lawakan yang saya bahas diatas. Saya juga bilang pada akhirnya kalau PENONTON YANG CERDAS DAPAT MEMILAH ACARA YANG MEREKA TONTON. Bukan berarti saya menganggap orang menyukai lawakan oveje bodoh, anda dan mereka yang menyukainya hanyalah orang awam yang hanya tahu cara tertawa bukan terhibur dan memikirkan pesan untuk hidup anda sendiri
Deleteyup sama! saya tidak suka slapping comedy seperti itu tapi mungkin paling tidak jangan menjudge atau menyindir selera orang lain karena kita tidak tahu apa sisi baik dari hal yang disukai orang tersebut sehingga menjadi seleranya, just saying.
ReplyDeleteSETUJU AMA AGIS
ReplyDelete