Antara Novel dan Film

Never judge a movie by its book nor judge a book by its movie

Quote itu rasanya tepat banget bagi para bookaholic sekaligus movieholic dalam suatu franchise cerita, Harry Potter, Twilight Saga, Trilogi Lord of The Rings, Trilogi Hunger Games, Trilogi Percy Jackson maupun kisah solo seperti Perahu Kertas, Ayat-ayat Cinta, Dealova, dan beberapa judul buku terkenal lainnya. Ada yang bilang film lebih bagus daripada buku dan sebagian lainnya menganggap buku lebih bagus daripada film karena kita bisa berimajinasi lebih liar daripada yang sudah divisualisasikan oleh sutradara. Dan menurut ane pribadi, ane lebih suka baca bukunya karena filmnya kadang engga sebagus bukunya.

Memang sebuah film engga bisa sesempurna imajinasi pembaca. Film tak ubahnya hanyalah sebuah adaptasi cerita yang dimaksudkan untuk lebih masuk akal, logis, dan laku di pasaran. Jadi, terkadang penulis skenario film yang notabene juga penulis film tersebut juga susah sendiri mengintepretasikan deskripsi yang Ia tulis dalam novel ke bentuk nyata yang dishoot oleh kamera. Makanya kalau memang ingin dapat feel dan imajinasi yang lebih nyata dan liar lebih baik baca novelnya.

Seringkali karena malas membaca, orang lebih memilih menonton film dan menikmati film yang diadaptasi dari buku. Dan kebanyakan dari mereka merasa enjoy aja, kenapa? Mereka kan engga terbebani oleh adegan-adegan yang ada di buku jadi so what? Biar di bukunya bilang gini ya yang penting gue nontonnya kek gini dan gue engga ada masalah sama itu. Beerbeda dengan bookaholic yang engga bakal berhenti ngebandingin film dengan buku yang udah Ia baca, dalam kasus ini ane.

Dalam beberapa film adaptasi buku yang pernah ane tonton emang sekitar 3/5 yang hasilnya mengecewakan dan engga sesuai dengan ekspektasi ane ketika ane membaca bukunya. Sebut aja baru-baru ini Angels and Demons, waktu baca bukunya ane ngerasa dipermainkan sama si Dan Brown, dibikin mikir, dibikin tegang, dibikin terkagum-kagum eh pas bela-belain donlod filmnya ane dibikin rada kecewa karena kurang greget banget plotnya. Terus pas ane nonton Perahu Kertas, ekspektasi ane yang tinggi dengan mudah dihancurin sama Om Hanung. Dan sejujurnya ane kecewa berat. Terus ada juga beberapa film Harry Potter yang bikin ane kecewa meskipun bayarannya di sekuel terakhir, Harry Potter and The Deathly Hallows Part II bikin ane puas karena sesuai banget sama apa yang ane imajinasiin. Beda lagi kasusnya sama Twilight, kalau yang ini mah ane lebih baik nonton filmnya daripada bukunya soalnya ending Breaking Dawn dalam novel flat banget bikin ane merasa sia-sia dan nyesel udah baca bukunya. Terus kalau The Hunger Games, sejauh ini masih dalam titik aman dan meskipun ada beberapa perbedaan, perbedaannya engga kentara jadi bukan masalah besar dan engga perlu dilebay-lebay in.

Soh, menurut ane lebih baik baca bukunya kalau engga mau kecewa. Film itu cuma sebuah media pengetesan imajinasi kita. Apakah si film sudah mengakomodir daya visual kita yang liar? Kalau buat ane sih cuma segitu doang. Tapi balik lagi ke quote di atas, meski filmnya jelek bukan berarti bukunya jelek, begitu juga meski bukunya jelek belum tentu juga filmnya lebih jelek lagi.

Comments

  1. makanya aku memilih menonton film dulu baru baca bukunya,,,klo baca buku sudah di pastikan permainan imajinasi kita tak terbatas yang akan berbicara,,,membaca buku baru nonton filmnya,kita harus 100% harus kecewa,,,selain film tak sedahsyat imajinasi kita yang paling sering kita lupakan adalah individu sang pembaca punya imajinasi yang berbeda2,,,so pinter2 kita saja dalam mengatasinya,,,

    ReplyDelete
  2. makanya aku memilih menonton film dulu baru baca bukunya,,,klo baca buku sudah di pastikan permainan imajinasi kita tak terbatas yang akan berbicara,,,membaca buku baru nonton filmnya,kita harus 100% harus kecewa,,,selain film tak sedahsyat imajinasi kita yang paling sering kita lupakan adalah individu sang pembaca punya imajinasi yang berbeda2,,,so pinter2 kita saja dalam mengatasinya,,,

    ReplyDelete
  3. makanya aku memilih untuk nonton filmnya dulu baru baca bukunya,klo baca bukunya dulu kita harus 100% bersiap untuk kecewa karna ketika membaca buku imajinasi kita tak terbatas,dan sering kita lupa adalah imajinasi orang yang tak terbatas itu berbeda beda levelnya,,,jadi pinter2 kitanya saja dalam mengakalinya,,,karna buku 99% permainan otak sedangkan film 90% permainan mata dan sisanya otak,,,

    ReplyDelete

Post a Comment

Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)

In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)