Tips Menulis dari (Calon) Penulis: Begini Cara Bikin Tulisan Yang Bagus
Hobiku sejak kecil adalah menulis dan teman-temanku paham betul soal ini. Apalagi aku sering banget terlihat 'living my passion'. Sudah terhitung 8 tahun aku menjadi blogger setengah resmi dan mungkin sudah satu dekade aku mulai menulis blog. Tak jarang dari mereka yang kerap kali bertanya, "Gimana sih cara nulis yang baik?", "Kamu kan suka bikin cerpen nih, kamu kan suka nulis nih, ajarin dong.", "Tips nulis yang bagus itu bagaimana?"
Well, sejak kecil aku memang suka menulis tapi belum pernah punya satu karya yang diterbitkan secara resmi di toko buku. Ada sih yang terbit tapi dalam bentuk e-book dan itupun kurang nendang. Ketika mendapatkan pertanyaan seperti itu, awalnya aku bingung harus menjawab seperti apa. Toh karyaku juga belum bisa dibilang bagus atau mendapatkan apresiasi dari orang lain. Tapi kalau dipikir-pikir, aku tahu lebih banyak dari mereka karena aku sangat suka menulis. Makanya, tak salah dong kalau aku membagikan tips-tips yang aku dapatkan baik itu dari penulis yang sudah profesional atau sirkel penulis tempatku berada #gayabanget.
Rasanya nggak tau diri banget sih, belum nerbitin buku tapi sudah nulis soal tips-tips menulis. Tapi yah, karena passion memang di dunia tulis menulis dan tak jarang pula aku mengikuti workshop atau seminar tulis menulis gitu, mending aku bagikan ke kalian deh soal tips-tips menulis yang baik (daripada ditodong terus). Check them out:
- Buat Outline Penulis sekaliber JK Rowling mengaku bahwa sebetulnya dia telah membuat outline cerita Harry Potter dari buku pertama hingga ketujuh. Maka dari itu, ketika pembaca melahap Harry Potter mereka jadi terkesima dengan jalinan cerita yang berkelindan seolah sudah diplot sedemikian rupa dengan cerdas di awal. Dan memang itu rahasia JK Rowling. Sayangnya, ada orang-orang yang berhasil dengan metode ini dan ada yang tidak. Aku contohnya, aku sudah menerapkan tips dari penulis favoritku ini yaitu membuat outline cerita tapi tetap saja ketika menulis aku masih menemukan hambatan. Itu karena aku tidak bisa mengelaborasi poin yang sudah ada dengan baik. Masalah yang paling sering kuhadapi adalah aku tidak bisa membawa cerita dari klimaks ke resolusi. Namun sedikit banyak outline ini cukup membantuku kalau menulis tulisan non-fiksi seperti esai, paper, artikel, atau coursework. Bagiku tulisan non-fiksi lebih mudah dibuat kalau sudah memiliki outline.
- Kalau Outline tidak membantu maka lebih baik baca terlebih dahulu dan highlight poin yang penting Bagi kalian yang merasa bahwa Outline tidak banyak membantu (terutama untuk penulisan karya ilmiah), cara salah satu temanku yakni Mbak Ayodd mungkin bisa dipraktikkan. Saat aku berkunjung ke rumahnya, kami bicara banyak hal termasuk soal pengerjaan esai. Mbak Ayodd bilang, cara termudah untuk mengerjakan esai dimulai dari membaca terlebih dahulu. "Aku menghabiskan lebih banyak waktu untuk membaca paper, setidaknya 10 paper. Dan di setiap paper tersebut selalu aku highlight poin pentingnya sehingga nanti aku tinggal mengetik ulang atau memparafrase kalimat ke esai yang akan kubuat. Lebih banyak effort di membaca sih tapi dengan begitu aku jadi lebih paham ide apa yang akan kutulis di esai dan aku tidak membutuhkan waktu lama untuk menulis esai itu sendiri. Aku baru menulis esai H-1 sebelum deadline," begitu pesan Mbak Ayodd. Menurutnya, setelah membaca maka otak kita akan terisi ide-ide yang didapatkan dari bacaan yang berkaitan. Ketika ide tersebut telah terbangun, sangat mudah bagi akademisi untuk berargumentasi. Menurutnya juga, cara ini jauh lebih efektif daripada menulis sambil membaca karena pasti penulis akan terus merasa argumennya kurang didukung oleh sumber yang kuat dan tentu saja usaha mencari paper pendukung dan membacanya lagi itu tidak singkat sehingga penulisan esai pun tidak efisien.
- Mengatasi Writer's block - Selingkuh ide itu boleh Ini mungkin jadi masalah terbesarku, writer's block alias stuck dan tidak punya ide lagi saat nulis. Ada sejumlah penulis yang memaksa diri untuk melanjutkan tulisan saat Writer's block terjadi, ada juga yang meninggalkannya dalam beberapa waktu lalu kembali menulis. Sementara Ayah Mbak Ayodd dan salah satu dosen bahasa Indonesiaku, Pak Karkono, menyarankan untuk selingkuh ide. Penulis lain mungkin tidak setuju soal selingkuh ide karena bisa membuat seorang penulis terdistraksi dan akhirnya meninggalkan tulisan lamanya, sekali lagi semua kembali pada individu. Jadi usahakan menulis dua buah cerita/buku dalam satu waktu. Sehingga kalau lagi stuck bisa terhibur di tulisan lain, kalau stuck lagi bisa balik ke tulisan lama. Selingkuh ide atau cara apapun sejujurnya tidak berlaku padaku either way. Kalau sudah stuck ya sudah, aku stuck saja dan tidak pernah menyentuh tulisanku lagi. Itu adalah masalah besar yang membuatku tak kunjung menerbitkan buku haha.
- Observe and Research Kalau yang ini semua penulis pasti setuju. Rasanya tidak hanya soal menulis tapi di berbagai aspek kehidupan dibutuhkan research. Tujuannya adalah untuk menghasilkan cerita fiksi yang mendekati realita atau menghasilkan karya ilmiah yang reliabel dan dapat dipercaya. Hasil research ini nantinya bakal tampak sebagai unsur ekstrinsik sebuah karya tulis. Contohnya SOPHISMATA karangan Alanda Kariza. Baru-baru ini aku menamatkan buku penulis yang juga kuliah di Inggris ini. Nggak cuma memiliki kepribadian yang baik, ternyata Mbak Alanda punya tangan magis dalam menulis. SOPHISMATA adalah bukti bahwa wawasan penulis dan observasi terhadap materi yang diangkatnya jadi tulisan itu does matter. Nggak jarang Mbak Alanda menyisipkan buku-buku yang jarang kudengar atau musisi yang mungkin hanya diketahui segelintir orang. Contoh lain ada banyak sekali, Haruki Murakami misalnya atau lagi-lagi JK Rowling. Ika Natassa juga jadi salah satu penulis yang observant, ditambah lagi dia seringkali menulis dengan latar belakang banker yang merupakan lingkungan kerja sehari-hari. Tidak perlu research yang terlalu mendalam, at least ada Google yang memberikan begitu banyak informasi. Dan kamu juga bisa mengobservasi lingkungan yang kamu tempati sekarang untuk membangun latar belakang yang mendekati realita.
- Konsisten Agak sulit sih memang tapi 'penulis yang merdeka adalah orang yang bisa menulis tanpa terpengaruh mood'. Jadi memang harus spare time waktu buat menulis dan membiasakan diri. Personally, aku sudah melakukan hal ini. Setidaknya dalam seminggu aku luangkan waktu satu atau dua jam untuk menulis. Rutinnya sih menulis blog. Bahkan aku juga sudah menjadwalkan waktu menulis untuk menyelesaikan proyek yang aku singgung dalam postingan ini. Sayangnya, sebagai manusia aku juga masih khilaf dan tidak menepati waktu itu sendiri. Tapi aku cukup bangga dengan diriku yang berusaha untuk menepati jadwal menulis. Konsisten itu ada karena biasa dan dipaksa, dia tidak bisa ada dengan sendirinya. Bagi kalian yang baru mulai menulis, biasakan saja dulu dari menulis diary atau blog. Lama-lama nanti kalian bakal merasakan keharusan untuk menulis. Seperti aku yang mulai merasa janggal kalau tidak rutin menulis blog ahaha.
- Buat Bank Ide Ini adalah tips selingan dari selingkuh ide. Sometimes selingkuh ide doesn't work to solve writer's block tapi kamu masih bisa menyimpan ide kamu dalam inkubator yang kamu buat sendiri. Jadi kalau kamu masih tetap ingin fokus pada tulisan kamu sekarang tapi muncul ide lain, kamu bisa menyimpannya dulu di inkubator ide. Tipsnya, tulis ide tersebut lengkap dengan outline dan sinopsi yang kebetulan melintas di kepala kamu dulu. Baru setelah menyelesaikan satu tulisan, kamu bisa mengintip kembali ide ini dan mengeksekusinya.
- Tulis inspirasi kamu di notes atau word Telepon genggam zaman sekarang sudah canggih sehingga kamu bisa banget menulis semua inspirasi dalam genggaman, baru nanti idenya dikembangkan di rumah. Ingat, ide itu mahal jadi sangat sayang untuk dilewatkan. Banyak banget penulis yang memberiku saran soal hal ini, "Jangan lupa untuk mencatat semua inspirasi." Kita tidak tahu kapan inspirasi tersebut akan berguna bukan? Bahkan JK Rowling saja mendapatkan inspirasi cerita Harry Potter saat dia berada di kereta dalam perjalanan menuju Manchester.
- Banyak Membaca karena ini bakal memperluas wawasan, diksi, dan kosakata Semua poin di atas memang penting tapi mungkin poin yang ini SANGAT penting. Kita memang bisa sih menulis tanpa membaca, sayangnya membaca dan menulis itu satu paket. Jadi kalau kita ingin menulis ya harus bisa membaca terlebih dahulu. Sama seperti berargumen (lagi), menulis itu juga butuh wawasan. Awalnya mungkin kita memang bisa cuma curhat-curhat aja untuk membiasakan diri menulis tapi lama-lama demand untuk jadi seorang penulis itu mengharuskan individu untuk mau membaca. Sudah kusinggung sebelumnya bahwa bacaan penulis itu punya andil khusus dalam kualitas tulisan. Salah seorang dosenku pernah bilang kalau kualitas tulisan seseorang itu menentukan bacaannya. Kalau bacaannya ringan-ringan ya tulisan yang dihasilkan bakal ringan juga, kalau bacaannya berbobot tulisannya pasti berbobot. Karena membaca itu memang membuka cakrawala berpikir. Dengan membaca juga, penulis bisa berbagi ilmu dan menuliskan hal yang bahkan belum mereka alami sendiri.
- Simpan tulisan dan jangan beritahukan pada orang lain sebelum tulisan itu kelar Pantang bagi penulis untuk menunjukkan tulisan ke orang lain sebelum tulisan tersebut benar-benar selesai. Pasalnya bakal muncul rasa ketidakpuasan, ekspektasi yang tak sebanding dengan realita, dan rasa rendah diri. Untuk editing pertama, harus penulis itu sendiri yang membaca karyanya. Karena penulis itu juga bekerja sebagai editor dan pembaca pertama bagi tulisan mereka sendiri. Waktu yang pas untuk mendiamkan tulisan tanpa mengutak-atiknya adalah seminggu hingga satu bulan. Jadi saat ngedit, penulis sudah jadi objektif atas karya yang dia buat.
- Membiasakan diri untuk menulis Dimulai dari menulis diari, cerita nggak penting, dan lain sebagainya. Karena menulis itu sebetulnya cuma butuh kesabaran, ketelatenan, dan keteguhan. Semua bisa dipelajari sambil jalan kok. Aku sih biasanya menyarankan siapapun untuk menulis dalam media blog karena platform blog itu suka-suka dan tidak terikat aturan baku. Kalau dipikir lagi, tidak ada orang yang tak bisa menulis (dalam konteks bagi mereka yang berpendidikan). Semua orang bisa menulis hanya saja mereka butuh waktu untuk belajar membuat tulisan yang terstruktur, memilih kosakata yang tepat, dan menyampaikan ide mereka dengan baik dan benar serta enak dibaca orang lain. Untuk membuat tulisan yang bagus, semua butuh latihan dan tidak ada ilmu khusus dalam mempelajari hal itu. Memang sih ada jurusan literatur, sastra, dan kawan-kawannya. Tapi percaya deh, jadi penulis itu bisa dilakoni tanpa harus jadi mahasiswa sastra dulu kok. Yang penting ada kemauan untuk belajar dan mengembangkan diri. Penulis yang baik juga terbuka akan feedback, jadi dia akan sering sekali mendengar dan mencari ilmu baru dari orang-orang yang lebih berpengalaman. Dengan demikian, siapapun sebetulnya punya potensi jadi penulis. Jangankan penulis asli yang mendedikasikan separuh hidupnya dengan belajar dan terus belajar, orang Youtubers saja sekarang diberi kesempatan untuk nulis meski mereka nggak terlalu bisa nulis dengan baik kok. So, jangan patah semangat!
Itu merupakan tips-tips yang sebagian aku lakukan dan sebagian lainnya aku dapat dari penulis lain, baik yang sudah menerbitkan buku secara profesional maupun yang sedang konsisten di jalan untuk menerbitkan buku. Aku sendiri sih ngaku penulis tapi sampai sekarang masih belum punya karya. Padahal udah sesumbar kalau menulis itu passionku.
Sementara itu, ada juga sejumlah hal yang harus diperhatikan dalam membangun cerita. Komponen yang baik dalam cerita itu mengandung: deskripsi yang jelas baik latar belakang tempat atau karakter. Jadi benar-benar kentara karakter yang dideskripsikan mulai dari kepala sampai kaki dan juga furnitur serta bangunan yang digunakan dalam adegan berdialog. Mulai cerita tanpa basa-basi, jadi di awal langsung merujuk pada permasalahan sehingga tidak terlalu bertele-tele. Rahasia penerbit dalam mengkurasi tulisan adalah 20 halaman pertama untuk novel dan 3 halaman pertama untuk cerpen. Jadi halaman-halaman awal tersebut sangat krusial dalam menentukan apakah tulisan layak dipublish atau tidak. Meski yah, ada juga sih buku yang sebetulnya ditulis oleh orang yang kurang kompeten sehingga menanggalkan poin-poin di atas.
Masalah aku yang tak kunjung menerbitkan buku terjadi karena aku mengalami masalah-masalah seperti ini dalam proyek-proyek penulisan yang kukerjakan sehingga mematahkan semangatku dalam menulis:
- Writer's block. Sudah bikin outline sampai ending tapi tidak bisa mengelaborasi middle section menuju ke resolusi cerita Aku sudah menyinggung hal ini sebelumya dan yah ini adalah kelemahan terbesarku. Sampai saat ini pun aku belum menemukan cara yang tepat untuk mengatasi problematika ini. Padahal aku juga sudah menerapkan tips-tips di atas.
- Tidak bisa membangun dialog yang natural Mungkin inilah yang membuatku sering terkena Writer's block. Jujur aku tidak bisa membangun dialog yang natural dalam setiap kisah fiksi yang aku buat. Jangankan dialog dalam cerita, gaya komunikasiku di dunia nyata pun kaku dan repetitif. Entahlah mungkin karena aku terlalu banyak menghindari orang lain?
- Diksi cenderung repetitif dan klise, kurang baca buku yang berbobot Ketika baca banyak buku, aku selalu terkesima dengan pemilihan diksi penulis. Sementara ketika aku menulis untukku sendiri aku tidak pernah punya diksi yang enak dibaca, mengalir, dan menakjubkan. Lagi-lagi mungkin karena aku jarang membaca lagi. Seharusnya aku tuliskan di resolusi tahun baru bahwa aku hendak membaca 52 buku dalam setahun atau setidaknya 24 buku.
- Malas dan tidak konsisten Sepertinya aku tak perlu menjelaskan bagian ini karena ini merupakan penyakit menahun yang tak kunjung sembuh dari diriku sendiri. Obatnya juga berasal dari diri sendiri sebetulnya.
- Rendah diri Di bagian ini mungkin akan sangat kelihatan kalau aku rendah diri dan ya! Memang aku rendah diri. Apalagi kalau sudah membandingkan diri dengan para penulis yang karyanya sudah dipajang di toko buku.
- Terpaku pada target jumlah halaman Setiap ingin mengirim tulisan ke penerbit, selalu ada target halaman minimal yang harus dipenuhi. Jujur aku jadi agak terbebani dengan hal ini sih. Dan setiap kali menulis aku jadi selalu melihat jumlah halaman lalu jadi panik sendiri. Ketika aku sudah mencapai taraf kejenuhan tapi melihat jumlah halaman yang tidak memenuhi target, aku langsung jadi down lalu tidak melanjutkan tulisan itu lagi.
Untuk itu solusi yang kubuat untuk diriku sendiri adalah membiasakan menulis bebas mulai dari artikel blog, artikel lepas, hingga membuat cerpen pendek. Untuk sementara aku menghindari tulisan fiksi karena ingin belajar lebih banyak soal membangun dialog yang baik. Dan aku sedang berusaha untuk mendisiplinkan diri dalam menulis serta memberi deadline pada diri sendiri (toh nyatanya dilewati juga deadline-nya, dasar!)
Kurasa postingan ini cukup sampai di sini saja. Aku berharap kalian tidak seperti aku yang angin-anginan dan kurang keras memenuhi ambisi sebagai seorang penulis. Agista anaknya memang kalem kok, kalau tidak tercapai ya sudah kalau tercapai ya alhamdulillah. So, semoga tulisan ini membantu kalian baik yang sedang dalam perjalanan menjadi penulis atau mulai ingin jadi penulis. Annyeong! 🙋
Kurasa postingan ini cukup sampai di sini saja. Aku berharap kalian tidak seperti aku yang angin-anginan dan kurang keras memenuhi ambisi sebagai seorang penulis. Agista anaknya memang kalem kok, kalau tidak tercapai ya sudah kalau tercapai ya alhamdulillah. So, semoga tulisan ini membantu kalian baik yang sedang dalam perjalanan menjadi penulis atau mulai ingin jadi penulis. Annyeong! 🙋
Comments
Post a Comment
Thank you for visiting my blog, kindly leave your comment below :)
In a moment, I can't reply your comments due to error in my account when replying. But I make sure that I read every single comment you leave here :)