Leeds, Yorkshire, dan Knaresborough


Tak terasa sudah hampir setahun sejak musim panas berlalu di London. Kalau puasa tahun lalu kuhabiskan di tengah gempuran exam, maka puasa kali ini berbeda cerita. Tahun lalu aku harus bangun pagi sekali karena pukul 3 sudah imsak, itupun pada akhirnya aku jarang makan sahur karena sudah terlalu malas membuat oatmeal malam-malam. Baru boleh berbuka puasa pada pukul 9 hingga setengah 10 malam karena matahari baru saja singgah di peraduannya. Berlapar-lapar di tengah exam dan juga pekerjaan tak jadi masalah.

Menariknya tahun ini ada kisah yang berbeda lagi. Hampir satu bulan aku menghabiskan puasa di Pusdikhub, Cimahi dalam hidup serba keteraturan. Bangun pagi jam 3, langsung berbaris menuju ke ruang makan di barak putra, makan sahur bersama 199 orang lainnya, setelahnya menunggu Subuh di masjid (sambil tidur), usai Subuh lanjut ke senam pagi (dan lari pagi). Mungkin kegiatan Ramadan tahun ini dan tahun lalu tak terlalu berbeda porsinya, sama-sama bangun pagi dan tidur malam, tapi esensi dan perasaannya yang berbeda.

Sama. Musim panas tahun lalu pasca Ramadan, aku berkesempatan untuk melanglang buana lagi di sekitaran Inggris. Memang sih aku tidak mengunjungi Edinburgh tapi aku dengan kenekadan seperti biasa, berkunjung ke Yorkshire. Niat awal berkunjung ke kota di pertengahan London dan Edinburgh ini adalah untuk mencoba Yorkshire pudding yang terkenal itu, namun hingga di ujung perjalanan aku tidak membelinya. Mungkin karena aku yang memang salah membayangkan 'pudding' atau karena aku memang kurang teliti saja dalam mencari panganan itu. Sebab pudding yang bertebaran di market-market adalah pudding berisikan daging (babi), dilapisi pastry bukan pudding kenyal dan manis seperti yang kuharapkan.

Hampir setahun yang lalu, Mas Freddy menungguku di stasiun King's Cross St. Pancras tepatnya di dekat kereta yang tiga menit lagi akan berangkat. Aku sempat disorientasi dan berlari cepat menuju kereta, kami hampir telat lagi-lagi gara-gara kelakuanku. Kalau berada di posisi Mas Freddy, mungkin aku akan frustasi juga. Entah sudah kali ke-berapa aku datang mepet sekali dengan waktu keberangkatan. Tidak telat sih tapi yah begitulah Agista, datangnya terlalu 'tepat' waktu. Kulihat guratan frustasi dan rasa sebal di raut muka Mas Freddy, saat itu aku hanya bisa berkata "Maaf." seperti orang tidak tahu diri.

Kereta pagi membawa kami menyeberang dari London menuju ke Yorkshire, destinasi awal. Aku sudah agak lupa bagaimana kami akhirnya memutuskan untuk jalan-jalan ke Yorkshire dan Leeds. Apakah karena kami ingin mengunjungi salah seorang kolega LPDP kami yang tinggal di sana?


Setelah berada di kereta sekitar 1-2 jam, kami sampai juga di stasiun York. Seperti perjalananku pada umumnya, I have no idea where will I go, jadi aku serahkan itinerary pada Mas Freddy. Untungnya di dekat stasiun York ada museum railway yang bisa diakses dengan gratis. Karena pada saat itu aku sangat menggemari kereta (dan UK National Rail), aku mau-mau saja diajak masuk ke dalam museum. Surprisingly, National Railway Museum York memenuhi ekspektasiku!

Tak hanya lokomotif lama, museum tersebut juga bahkan punya kepala Shinkansen Jepang lengkap dengan replika bentonya. Mas Freddy yang pernah naik Shinkansen sempat menceritakan pengalamannya sesuai dengan deskripsi yang diberikan museum. Aku juga menemui The Flying Scottsman, salah satu kereta legendaris di UK. Ada bengkel kereta dan sejumlah gerbong yang bisa kujelajahi juga. Intinya, pecinta kereta lokomotif pasti bakal betah berlama-lama di museum ini.

Setelah puas berputar-putar di museum, kami memilih untuk melanjutkan perjalanan ke kota. Karena sudah paham betul bahwa kebanyakan tata kota di Inggris adalah template, yang ada di pikiran kami waktu itu hanya bagaimana caranya kami bisa sampai di city center. Biasanya, ketika sudah mencapai city center, amusement lain akan bisa ditemukan dengan mudah. Betul saja, di sekitaran city center ada Shambles Market, ada juga rute trekking tengah kota berupa tembok kastil yang mengelilingi kota. Sebelum mulai jalan-jalan, kami mengisi bahan bakar dulu di sebuah kedai burger dan aku ingat sekali Mas Freddy bilang: "Kalau burger yang ini mah di London juga ada."

Usai makan, kami melanjutkan perjalanan dengan jalan-jalan 'mencari Yorkshire pudding' yang pada akhirnya kami tidak jadi beli. Satu, karena pertimbangan daging yang digunakan adalah daging babi. Dua, karena Yorkshire pudding yang ada di market bukanlah pudding manis tapi pudding asin. Dalam perjalanan itu, kami sempat melewati sebuah toko boneka beruang dan kami memutuskan untuk berfoto dengan beruang seukuran manusia dewasa. Kami juga sempat berhenti melihat pertunjukan bakat jalanan di alun-alun York. Kami terus menerus berjalan hingga kami mencapai ke tujuan berikutnya: Shambles Market.


Shambles Market ini mirip dengan Diagon Alley. Maafkan aku, tapi aku merasa bahwa banyak sekali sudut-sudut di Inggris yang mengingatkanku pada sudut-sudut lokasi di universe Harry Potter. Jalanan di market UK kecil-kecil dengan bangunan toko kuno berukuran kecil di sisiannya. Kalau kamu sering menonton film-film kolosal Eropa, mungkin kamu akan paham maksudku. Uniknya, bangunan-bangunan ini hampir dipertahankan keaslian dan interiornya sejak zaman dulu! Jadi, di tahun berapapun kamu berkunjung ke pertokoan ini kamu masih akan merasakan hawa nostalgia-nya. Dari jalanan-jalanan kecil, toko-toko beretalase kaca, hingga toko souvenir Harry Potter seperti The Boy Wizard atau The Shop Who Must Not Be Named itu, aku bisa menyimpulkan kalau aku mulai suka pada York.

Kesukaanku pada York semakin menjadi ketika aku dan Mas Freddy memutuskan untuk trekking di sepanjang jalur benteng kastil di tengah kota. Kami memutuskan untuk berkeliling-keliling kota menelusuri benteng tersebut. Jauh sih memang tapi seru banget. Coba bayangkan, kapan lagi kamu pura-pura menelusuri benteng di tengah abad modern ini?

Sebelum sore itu kami bertolak ke Leeds, kami menghabiskan begitu banyak waktu di York termasuk berhenti di York Munster. Kebetulan karena musim panas, ada event khusus. Saat kami berkunjung ke York Munster, ada festival pahatan kayu. Kami sempat mengintip sebentar hingga pada akhirnya kami duduk-duduk di rerumputan sembari menghadap ke Munster-nya lalu kami berbincang-bincang soal kota-kota yang kami sukai. Ajaibnya, meski hampir setahun berlalu, aku masih ingat sebagian besar isi percakapan kami waktu itu. Otak manusia memang ajaib sekali.


Perjalanan kami dilanjutkan menuju Leeds, menuju ke kediaman salah seorang teman dari kelompok yang sama di PK-85 LPDP. Kami menutup hari dengan makan makanan Thailand yang surprisingly enak dan murah. Kota-kota di Inggris selain London memang sangat menyenangkan, hanya bermodal £4-£5 saja aku sudah bisa mendapatkan proper meal lezat! Kedai Thailand yang kami kunjungi mungkin tidak besar, bahkan hanya terbilang bak warung kecil biasa tapi Pad Thai-nya enak banget!

Hari berikutnya telah tiba! Temanku yang berada di Leeds, Mbak Ulfah, berkata bahwa sebenarnya Leeds ini lebih mirip dengan Jogja (minus pariwisatanya). Sewa rumah sampai groceries serba murah, jauh dengan London. Orang-orangnya juga cenderung punya aksen yang kuat (alias medhok) bahkan menurut pengakuan Mbak Ulfah, medhoknya orang Yorkshire tidak jauh berbeda dengan medhoknya orang Jawa. Karena Mbak Ulfah sudah khatam Leeds dan daerah sekitarnya, beliau tidak menyarankan kami untuk sekedar jalan-jalan saja di kota tempat klub Leeds United bersemayam ini. Mbak Ulfah mengarahkan kami untuk pergi ke Knaresborough.

"Di Leeds, nggak ada apa-apa. Kecuali first and the biggest market of M&S, kita ke Knaresborough aja yuk. Naik kereta cuma sekali dari sini," ujar Mbak Ulfah saat itu. Sebagai orang yang gak punya itinerary, aku sih bilang iya-iya aja.

Baru saja satu hari sebelumnya aku bertemu dengan The Flying Scottsman di museum kereta api, eh ketika aku, Mbak Ulfah, dan Mas Freddy mendatangi stasiun Leeds untuk pergi ke Knaresborough, kereta tersebut justru dijalankan untuk event tertentu. Perlu diketahui bahwa The Flying Scottsman ini memang diperbolehkan untuk ditumpangi dan dijalankan hanya ketika ada situasi khusus saja. Saat itu aku jadi terbayang The Flying Scottsman sebagai Hogwarts' Express. Keren banget lokomotifnya ketika sudah jalan, tidak peduli berapa tua pun dia masih tetap bisa dijalankan dengan sangat baik!

aku dan The Flying Scottsman
Puas melihat lokomotif The Flying Scottsman, kami bertolak ke Knaresborough viaduct. Mungkin memang tempat ini tidak se-terkenal Glenfinnan Viaduct, tapi tempat ini tak kalah indah kok. Knaresborough ini merupakan desa medieval dengan cobble stone dan rumah-rumah kecil di pinggiran sungai. Saat aku ke sana, kami menyempatkan diri untuk berperahu di bawah viaduct sembari menyanyikan lagu-lagu Disney, benar-benar sebuah pengalaman seru yang tidak terlupakan. Stasiun Knaresborough-nya bahkan kata temanku termasuk cantik dan sederhana. Hingga pada akhirnya salah seorang temanku ingin melaksanakan sesi foto pre-wedding di sana.

Meski Knaresborough merupakan daerah yang kecil dan kelihatannya hanya begitu-begitu saja, aku harus mengakui bahwa Knaresborough cantik sekali. Bahkan kalau tidak diperkenalkan oleh temanku, aku nggak akan notice bahwa terdapat kota kecil yang indah di area Yorkshire. Ketika berada di Knaresborough pada musim panas lalu, rasanya seperti pulang ke rumah nenek di desa. Sepulang dari Knaresborough, perasaan jadi ringan dan pikiran jadi segar kembali. Kalau boleh mengulang, mungkin tahun ini aku akan pergi ke Yorkshire lagi dan mampir ke Knaresborough.

Itinerary hari itu setelah puas berputar-putar di sekitaran Viaduct, kami menuju ke Knaresborough castle. Dibandingkan disebut sebagai kastil, lebih tepat disebut sebagai reruntuhan karena memang secara harfiah banyak bangunan yang sudah bolong-bolong. Kastil ini pun tidak bisa disamakan dengan bangunan-bangunan lawas yang terdapat di Cambridge atau di Oxford. 'Kastil'-nya terdapat di hamparan rumput yang luas dan agak naik ke atas. Catatan sejarahnya juga minimal, yang kuingat adalah satu lubang yang sering digunakan untuk para prajurit berlalu-lalang agar aman dari serangan musuh di zaman medieval dulu.

Dari wilayah kastil ini, Knaresborough viaduct terlihat makin jelas dengan lekukan sungainya dan kafe di pinggir kali. Indah banget! Meski yah, kalau mau sedikit bercanda modelnya hampir mirip dengan jembatan kereta api di atas kampung warna-warni Jodipan sih.

aku dan Mbak Ulfah di atas perahu

Puas jalan-jalan di 'desa', rupanya rasa lapar menyerang kami. Saat itu Mbak Ulfah mengarahkan kami ke city center Leeds dan mampir ke sebuah toko kelontong Asia. Mas Freddy berbahagia karena berhasil menemukan TACO Bell. Perlu kalian ketahui juga, waralaba Amerika Serikat ini cukup jarang ditemui di Inggris. Nggak heran kalau Mas Freddy excited banget saat menemukan TACO Bell di Yorkshire. Meski kami mampir untuk makan, pada akhirnya kami tidak sempat makan Yorkshire pudding atau berkunjung ke first market M&S. Mungkin dengan itu, nanti aku ada alasan untuk kembali ke Inggris (entah untuk studi atau sekedar jalan-jalan). Karena sesungguhnya masih ada sederet itinerary yang perlu aku penuhi juga salah satunya adalah jalan-jalan ke St. Ives, Cornwall di musim panas!

Perjalanan ke Knaresborough dan Yorkshire merupakan salah satu perjalanan yang aku sukai. Karena seperti yang berkali-kali aku bilang di postingan ini, Yorkshire itu indah. Meskipun kalau kamu bertanya padaku, aku masih akan menjawab London sebagai kota yang paling ingin kutinggali untuk saat ini. Aku cinta Yorkshire, aku cinta Inggris! Cheers!




Comments