Hooked to Shingeki no Kyojin dan Jadi Bucin Eren

After all these years I am hooked and loyal to Hunter X Hunter, thinking that no other anime will sway my heart. Well, here it comes. Attack on Titan or Shingeki no Kyojin!

Kesan pertama terhadap Attack on Titan dulunya adalah "Ah ini anime populer baru, males nonton deh. Udah terlalu mainstream." Begitulah judgment Agista even before understanding what's this anime all about. Cuma karena aku sudah terlalu sering re-watch Hunter X Hunter sampai adikku protes "REWATCH TEROS!", jadi aku mencoba untuk nonton anime lain yang juga ditonton adikku. Awal mulanya nonton Saiki K dulu yang unexpectedly bikin aku hooked banget juga. Dan beruntungnya Saiki K nggak sepopuler Attack on Titan, jadi aku masih merasa niche karena nonton anime ini. Setelah beres nonton Saiki K, aku melihat ada Inuyasha di Netflix. Jadi aku mulai marathon Inuyasha. Maklum dulu waktu masih SD, nonton Inuyashanya nggak penuh jadi ingin aja mengulang masa kecil dan memahami betul sebenarnya Inuyasha ini soal apa. Mungkin nanti akan ada postingan tersendiri soal Inuyasha karena aku juga hooked dengan Inuyasha sebelum mencoba Attack on Titan.

Long story short, karena adikku ini kan juga demen anime dan entahlah sudah berapa kali dia menyinggung soal Attack on Titan lalu di laman utama Netflix-ku juga terpampang Attack on Titan basian di-rewatch sama adikku, aku jadi penasaran. What makes this anime so popular and being praised among the weebs? Kumulailah tersedot ke dalam lubang hitam karya Hajime Isayama ini.

Attack on Titan pada dasarnya menceritakan soal serangan titan di sebuah daerah bertembok, peristiwa penyerangan ini terjadi pada tahun 845. Di tahun tersebut, belom dijelaskan nama daerah dengan tembok tinggi untuk menghalau Titan itu bernama apa. Namun di situ sudah diperkenalkan tiga tokoh sentralnya yaitu Eren Jaeger, Mikasa Ackerman, dan Armin Artlet. Tiga sekawan ini merupakan warga Shiganshina, sebuah distrik di balik tembok yang tanpa ada angin atau hujan tiba-tiba diserang Titan dengan tinggi lebih dari 50 meter. Titan yang kemudian diketahui bernama Titan Colossal itu mengerahkan tenaganya untuk menjebol tembok dengan tendangan dan mempersilakan titan-titan yang berkeliaran di luar tembok, masuk ke dalam. Di sinilah cerita dimulai.

Awalnya kita akan mengira bahwa Attack on Titan, sesuai namanya hanya akan berkutat di peperangan manusia dengan makhluk bernama Titan ini. Lambat laun, kita akan diperkenalkan bahwa ternyata musuh kemanusiaan (humanity) itu bukan cuma Titan tapi manusia lain. Justru Titan yang sebelumnya menjadi antagonis utama kemanusiaan ini adalah korban dari konflik kepentingan manusia yang berada di luar tembok. Dan lambat laun dijelaskan pula bahwa makhluk titan ini tidak cuma berjenis yang mindless, ada titan abnormal, dan ada titan shifter. Bahwa manusia biasa juga memiliki kemampuan untuk berubah menjadi titan sesuai dengan kontrol dirinya. Bahwa hanya ras Eldia saja yang bisa berubah jadi titan, sementara ras lain takut dan memperlakukan ras Eldia dengan rasis karena takut akan "kutukan" ras Eldia tersebut.

Kukira Attack on Titan adalah tipikal anime Shonen yang dangkal, isinya cuma berantem dengan tujuan gain more power. Tapi setelah mulai nonton, aku merasa anime ini seperti Hunter X Hunter. Ada pesan-pesan bawah sadar maupun eksplisit yang bisa ditangkap. Belum lagi perkembangan karakter yang cukup membuatku makin hooked dan merasa sejalan dengan idealismenya. Ditambah lagi latar belakang masing-masing karakter yang dijelaskan dengan porsi pas tapi cukup membuat penikmatnya memiliki ikatan emosional.

Semakin ke belakang, banyak karakter yang muncul di Attack on Titan tidak hanya berfungsi sebagai cameo. Salut terhadap Hajime Isayama yang membuat karakter efektif di setiap jalan cerita hingga akhir. Contohnya: Sasha Braus yang di awal-awal episode hanya dikenal sebagai gadis tukang makan. Si Sasha ini ternyata menjadi salah satu karakter penting secara emosional untuk karakter utama dan kehilangannya membuat jalan cerita semakin dalam dan eksploratif. Ada juga karakter seperti Annie Leonhart yang awalnya terlihat cuma sebagai karakter sampingan tapi ternyata dia menyimpan rahasia yang mendorong para karakter utama maju mendekati bagian akhir yang epik.

Selain itu, ada juga karakter non-sentral yang menambah kedalaman dan apresiasi penonton terhadap eksistensi mereka di dunia Attack on Titan. Contohnya Erwin si komandan Scout Regiment (chosa hedan). Erwin merupakan komandan berdarah dingin dan master strategist yang mumpuni. Tanpa Erwin yang berani mengambil risiko dan membuka jalan terhadap kemungkinan-kemungkinan tidak masuk akal, mungkin warga di balik tembok tidak akan pernah tahu kenyataan sebenarnya dan bagaimana cara mengeksploitasi kekuatan yang sudah mereka miliki. Tanpa Erwin, tidak akan ada perkembangan cerita yang signifikan. Ditambah lagi, Erwin juga menanamkan standar seorang pemimpin yang terlalu tinggi untuk dihormati.

Karakter utama Attack on Titan juga dibungkus dengan sangat menarik dan justru ini yang membuatku makin hooked dengan Attack on Titan. Eren Jaeger merupakan protagonis utama yang awalnya didesain seperti karakter utama Shonen tradisional: keras kepala, haus akan pengakuan, idealis, dan haus akan kekuatan karena dia merasa dirinya lemah. Awal-awal mengenal Eren, yang ada aku emosi. Karena Eren Jaeger ini merupakan pemuda yang sifatnya terlalu impulsif dan meledak-ledak, again traditional shonen main character. Namun, seiring waktu berjalan Eren tumbuh menjadi pemuda yang lebih stoic. Kalau di masa mudanya mukanya terlihat seperti selalu dibakar semangat membara untuk membantai Titan, di masa dewasanya Eren bermuka datar dan gelap. Seolah-olah dia sudah tidak punya harapan dan kepercayaan pada siapapun. Di akhir kisah, Eren mengeksekusi idealismenya. Yang mana aku akhirnya memahami kenapa Eren berbuat hal tidak terpuji tersebut. Justru, karakter Eren dewasa lebih aligned dengan idealismeku meskipun kadang dia masih se-menyebalkan dan tidak berpikir panjang terlebih dahulu. Eren adalah salah satu karakter shonen yang kompleks, oleh sebab itu nggak heran kalau akhirnya aku bisa jadi sebucin ini pada Eren.

Salah satu temanku bahkan berkata, "Memang tipe karakter yang kamu suka itu bukan tipe traditional shonen main character. Kamu suka yang berkebalikan dengan standar." Tepat sekali, seperti Light Yagami, Killua Zoldyck, Sesshoumaru. Persamaan ketiganya adalah ruthless dan deviant terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Eren juga begitu.

Selain Eren ada Mikasa Ackerman yang menjadi karakter wanita anti-mainstream juga. Di balik rasa ingin melindungi Erennya yang tinggi, sebetulnya Mikasa ini adalah the strongest female character ever exists. Mikasa nggak punya super power tapi talentanya nggak ada lawan. Dia adalah prajurit militer terkuat di Paradis Island. Meskipun perempuan, mungkin suatu saat Mikasa akan surpassing Levi Ackerman's level dalam hal combat. Levi Ackerman ini saudara jauh Mikasa Ackerman dan saat ini dikenal sebagai humanity strongest soldier. Sayangnya, meskipun Mikasa sekuat dan sekeren itu, Hajime Isayama hanya memberikan peran Mikasa sebagai pelindung Eren saja hingga babak akhir cerita. Baru di babak akhir cerita, hanya Mikasa yang sanggup membunuh Eren.

Yang mana sebetulnya endingnya cukup tragis juga kalau dipikir-pikir.

Bicara soal karakter Attack on Titan rasanya nggak akan ada habisnya. Karena seperti yang aku tuliskan di atas, karakter di Attack on Titan ini nggak cuma filler tapi justru efektif membangun keseluruhan cerita. Walaupun memang pada akhirnya satu per satu juga akan mati karena mangakanya memang menginginkan demikian. Attack on Titan ini merupakan salah satu anime yang membuatku menyadari bahwa kalau nonton memang harus dihayati betul-betul, skip di satu episode atas karakter tertentu akan membuat kita telat sadar peran besar masing-masing karakter ini. Thumbs up for Hajime Isayama yang bisa bikin karakter nggak cuma sentral ke satu orang saja dan memberikan porsi yang pas buat semuanya dengan segala kelebihan dan kekuranganya.

Soal cerita, sebetulnya Attack on Titan tidak terlalu kompleks dan mudah diikuti. Dia tidak seperti Hunter X Hunter yang menyimpan banyak plot yang berkelindan nantinya atau pesan subliminal yang hanya dipahami sebagian orang. Attack on Titan ini cenderung maju terus ke depan dengan perkembangan cerita yang semakin matang. Again, kalau nonton (atau baca manga) dengan baik maka endingnya akan berasa masuk akal dan realistis.

Untuk itulah aku agak kecewa ketika ada yang bilang di Season 4, Eren melakukan rumbling hanya karena dia ditolak Mikasa. Padahal esensi Attack on Titan itu sudah jelas dari awal cerita. Bermula dari kemungkinan kepunahan ras Eldia karena serangan Titan sampai ke konflik kepentingan ras lain terhadap ras Eldia. Tema utama dari Attack on Titan sebetulnya adalah rasisme, dengan begitu banyak teori yang dibuat fans bahwa Hajime Isayama terinspirasi dari peristiwa Perang Dunia ke-II. Yang mana setelah masuk ke Marley Arc hingga Paradis Arc memang cocok dan masuk akal.

Secara keseluruhan Attack on Titan ini memiliki plot cerita yang perlahan-lahan membuatku merasa makin tertarik. Sebelumnya, banyak yang bilang kalau di Season 4 Attack on Titan akan semakin membosankan dan nggak jelas. Sedikit banyak memang benar karena masuk Season 4 sudah mulai bergerak ke arah politik. Peperangannya bukan antara manusia dengan titan, tapi antara manusia dengan manusia. And that's just how the world works. Ada konflik kepentingan di sana.

Attack on Titan juga sebetulnya agak memburamkan dikotomi. Kita yang terbiasa tumbuh mengenali benar dan salah sebagai dua hal yang berbeda, Attack on Titan menyajikan kebenaran dan kesalahan menjadi suatu area abu-abu. Dan inipun yang membuatku makin menyukai kecerdasan Hajime Isayama ini. Bukankah dunia memang demikian? Tidak ada yang 100% benar atau 100% salah. Akan ada porsi gelap dan terang di tiap manusia, itulah yang di-highlight di Attack on Titan.

Di awal seri, kita akan berpikir bahwa Titanlah musuh utamanya sebelum akhirnya tahu bahwa titan-titan yang menyerang Shiganshina, Trost, dan Stohess juga sebetulnya korban. Lalu kita akan membenci Marley akan perlakuan rasisnya terhadap Eldians, padahal hal tersebut terjadi karena trauma masa lalu yang mendalam dan ketidaktahuan mereka terhadap kemanusiaan di seberang laut. Dan kita juga akan membenci Eren yang berpegang teguh pada idealismenya lalu menyakiti teman-temannya, padahal dia berlaku demikian untuk kebebasan semua orang dan untuk menghapuskan diskriminasi. Di sinilah daya tarik anime ini. Semua nggak dijelaskan hitam dan putih namun abu-abu. Sama seperti cara Yoshihiro Togashi mendesain karakter abu-abu di Hunter X Hunter.

Ngomong-ngomong soal Hunter X Hunter, ada juga paralelitas dengan Attack on Titan. Contohnya persamaan desain karakter Levi Ackerman dengan Feitan, Annie Leonhart dengan Pakunoda, Eren dengan Chrollo Lucifer, Armin dengan Kurapika. Hajime Isayama juga mengangkat paralelitas karakter seperti Eren dengan Gabi, mirip dengan Gon dan Meruem. Eren berkembang menjadi karakter yang gelap, Gabi berkembang menjadi karakter yang terang. Begitupun Gon yang menjadi monster dan Meruem yang jadi menghargai kemanusiaan. Hal-hal seperti inilah yang mungkin membuat Attack on Titan jadi lebih berkesan bagi penonton dewasa daripada penonton anak-anak.

Begitulah, Attack on Titan meski awalnya tidak terlihat mempesona rupanya telah mengubahku jadi salah satu occultist. Dan bisa jadi Attack on Titan ini menjadi anime paling berkesan bagiku setelah Hunter X Hunter, another my life cultural reset. Dan Eren akan menjadi another character that I will devote my love to.

Sinzou no Sasageyo!

Comments