Mengingat London: Disney's The Lion King Broadway Musical


Setelah cukup lama nggak menulis tentang London, rasanya kangen juga. Meskipun kini sudah dua tahun resmi meninggalkan London, ternyata perasaan pasca London itu masih ada. Semua kenangannya juga masih ada, meskipun agak sedikit lupa di sana sini. Memang begitu kadang, kalau sudah stress banget atau muak banget sama hidup di Indonesia ini, pelariannya adalah buka-buka galeri lalu mengingat-ingat kembali soal London. Sebab di sana rasanya meski se-sedih apapun masih tetap bahagia. Ya gimana, sedih pun masih berada di London, kota yang hampir punya segalanya (kecuali nature). Bosan sedikit, nggak perlu berusaha keras, tinggal naik bus dan jalan-jalan ke city center atau ke taman atau bahkan mampir ke museum-museum karena gratis. Beres.

Beberapa waktu lalu, seorang blogger yang aku ikuti menulis review tentang Live Action movie The Lion King. Aku juga nonton film ini dengan teman yang baru kukenal beberapa waktu belakangan di Jakarta, teman yang sama yang kusebutkan di postingan seleksi masuk Pwc/EY, Kevin namanya. Menurutku filmnya agak aneh untuk dibilang live action karena ya tetap saja animasi. Nggak pake singa betulan. Berbeda dengan Live Action Disney yang lain, yang benar-benar menggunakan aktor manusia. Garis besar cerita masih sama persis dengan film animasi legendaris Disney di tahun 1990-an itu, The Lion King. Yang kata banyak orang sih memplagiasi film animasi Jepang Simba the White Lion.

Sejak SMP, aku suka banget dengan The Lion King. Sebenarnya ini agak telat karena animasi ini rilisnya waktu aku belum lahir tapi aku baru nonton ketika sudah berusia 13-14 tahun. Meski demikian, aku tetap suka sekali. Apalagi soundtracknya mulai dari The Circle of Life, Can't Wait to be King, Hakuna Matata hingga When You Feel the Love Tonight semuanya bagus dan hingga saat ini nggak membosankan untuk didengarkan. Di Live Actionnya, ada tambahan satu lagu lagi yang diisi oleh Beyonce berjudul "Spirit". Menurutku tambahan satu lagu ini nggak terlalu wah dan nendang, kalau dibandingkan dengan lagu-lagu yang sudah ada sebelumnya. Yang sudah ikonik, lebih tepatnya.

Ngomong-ngomong setelah nonton Live Action The Lion King, berarti aku sudah menonton 3 versi The Lion King yang berbeda. Dari animasi, live action (yang juga animasi), serta live action betulan dalam bentuk broadway musical. Nah, yang akan aku ceritakan dalam postingan ini adalah live action Broadway Musical yang sampai sekarang nggak bisa aku lupakan. Bahkan kalau bisa nonton, aku mau sih nonton lagi.

Waktu itu bulan September di London, artinya musim baru student admission. Sebelum ini, pada tahun 2017 ketika aku baru masuk banget jadi mahasiswa (Master) baru ada acara yang diselenggarakan oleh kampus sebagai bentuk perkenalan/orientasi. Student Union QMUL (BEM) menjual tiket broadway musical dengan harga yang cukup murah bila dibandingkan dengan membeli langsung di web terkait. Di tahun 2017 itu ada dua show yang ditawarkan yakni The Lion King dan Wicked (itu si penyihir hijau dari the Wizard of Oz). Waktu masih jadi mahasiswa baru, aku awam sekali dan nggak pede untuk ikut-ikutan boat party atau nonton bareng ini. Lagipula saat itu aku masih belum tertarik untuk nonton broadway. Jadi aku tidak membeli tiket apapun.

Baru setelah beberapa bulan menetap di London, aku baru tahu bahwa The Lion King adalah salah satu show musical paling laris. Dan aku mendapatkan informasi dari teman satu flat bahwa sayang banget kalau nggak menyempatkan diri nonton musikal The Lion King barang sekali seumur hidup. Sebagus itu, katanya. Dan benar saja, ketika aku ingin nonton The Lion King slotnya selalu sudah full booked. Kalau ada harganya sudah di luar budget yang aku sisihkan. Hingga pada akhirnya aku berada di tahap pasrah dan menyesali keputusan, kenapa aku nggak ikut collective ticket dari kampus aja ya? Tunggu, a-ha! Sebenarnya aku bermodalkan keberuntungan dan harapan bahwa Student Union QMUL akan mengadakan penjualan collective ticket lagi untuk tahun ajaran baru tahun 2018. Lalu, benar dong. Di tahun ajaran baru 2018, aku baru bisa membeli tiket show The Lion King via Student Union (sok-sok masih menjadi mahasiswa QMUL) dengan harga sangat murah yakni £20 saja padahal harga normal masih £25 untuk yang paling murah dan £65 hingga ratusan poundsterling paling mahal.


Buat Gista, kadang keajaiban itu datangnya nggak diduga-duga, keberuntungan juga. Kalau sudah beruntung, memang beruntungnya kebangetan. Begitu mendapatkan tiket The Lion King musikal dengan harga di bawah normal, aku langsung riang gembira dong. Karena sebelum pulang ke Indonesia for good, aku bisa mencoret salah satu bucket list dan pengalaman baru walaupun lagi-lagi aku melakukannya sendirian hahaha. Ini beneran aku nonton sendirian banget, mungkin bareng anak-anak mahasiswa baru tahun ajaran 2018 tapi kan aku nggak kenalan ya?

Aku ingat sekali waktu itu, sebelum nonton The Lion King, aku jalan-jalan bersama seorang teman dan melakukan sesi photoshoot. Dia mengajak ketemuan sebelum kerja, sementara aku sekalian menunggu waktu sebelum teater dibuka. Kami jalan-jalan dari St. Paul's Cathedral sampai ke London Bridge dan foto di stasiun. "Gis, mau foto di stasiun yang bagus nggak? Ke London Bridge yuk." Lalu aku mengiyakan. Kami juga foto-foto di Tower Bridge. Sebelum kami berdua pulang ke Indonesia for good, rasanya kurang afdol kalau belum foto di Tower Bridge. Begitu ceritanya. Alas! Dia berangkat kerja duluan sehingga aku datang ke teater pun masih "kepagian". Jadi aku menunggu di depan Lyceum Theatre, minta tolong beberapa orang untuk memfotokan aku di depan gedung teater, bahkan sempat masuk ke dalam lobi teater lalu ditanyai "Mau nonton show jam berapa? Oh masih kepagian, silakan tunggu di luar."

Oh ya, sedikit berbeda dengan teater broadway lain di London yang terpusat di Shaftesbury Avenue, Lyceum Theatre ini terletak di area Covent Garden. Lokasinya agak sedikit jauh dari Shaftesbury Avenue yang lebih dekat ke Piccadilly Circus. Justru lebih dekat ke the Strand.

Padahal saat itu udara sudah mulai default, nggak lagi panas, tapi makin turun. Kebayang kan kalau kelamaan di luar? Kedinginan saudara-saudara.


Show dimulai pada pukul 19.30 GMT. Sebenarnya ada show yang agak sore tapi tiket yang tersedia di kampus dimulai agak malam. Begitu show sore selesai, aku melihat banyak anak kecil menggendong boneka Simba. Sepertinya mereka baru beli di dalam setelah nonton shownya. Bonekanya lucu tapi ya gitu, mahal :(

Begitu teater untuk show malam dibuka, adrenalinku makin memuncak. Wah seru banget ini pasti, aku sampai lupa untuk membeli makan malam saking senangnya. Begitu masuk ke dalam ruang teater, rasanya nggak terlalu wah. Sebab ruang teaternya terbilang agak kecil. Ekspektasiku sebelumnya, ruang teater broadway bakalan luas banget dan aku bakal mendapatkan tempat duduk yang agak jauh dari panggung. Seingatku ada dua tier kursi penonton, beruntung aku mendapatkan tier bawah dan jarak pandangnya benar-benar tidak terlalu jauh dari panggung. Untuk tiket seharga £20, aku benar-benar mendapatkan kursi yang bagus sih.

Set panggung sebelum show dimulai ditutup oleh screen berwarna merah dan hitam. Hanya itu dan bagian luar teater yang bisa aku dokumentasikan. Selebihnya, seperti performance, kostum, atau apapun tidak bisa aku dokumentasikan. Satu, karena performancenya sebagus itu sehingga sayang banget kalau disambi ngerekam. Dua, karena memang tidak boleh mendokumentasikan apapun sama sekali ketika show sudah dimulai. Ada mahasiswa China yang duduk di depanku dan curi-curi merekam show, ketahuan oleh petugas keamanan. Lalu mereka diminta menghapus footage. Benar-benar seketat itu sih.

Bisa dibilang, The Lion King adalah musikal yang pertama kali aku tonton seumur hidupku dan memang sebagus itu. Produksinya benar-benar niat. Kostum dipikirkan dengan sangat matang. Ya bayangkan saja, The Lion King kan karakternya hewan, sementara pemerannya manusia. Kostum yang dibuat benar-benar menggambarkan para hewan itu. Visualnya juga dibuat semirip mungkin dengan yang ada di animasi. Baik bunga berwarna-warni, burung-burung dan barisan hewan-hewan, muka Mufasa di antara bintang-bintang. 

Untuk kostum Jerapah misalnya, para aktor benar-benar menggunakan alat bantu egrang untuk membuat postur tubuh mereka terlihat kurus dan jenjang seperti Jerapah. Untuk kostum gajah, diperankan oleh 4 orang dengan membawa properti serupa gajah betulan. Ada juga panggung berputar yang memperlihatkan puncak tebing ikonik di film The Lion King. Make up serta kostum para pemain utama juga nggak tanggung-tanggung kerennya pokoknya. Kepala singa pemeran utama bisa diturunkan dalam adegan-adegan tertentu. Performa menyanyi dan dance secara langsung juga sangat powerful dan memanjakan mata serta telinga. Superb sekali pokoknya sampai nggak bisa menjelaskan dengan kata-kata.

The Lion King broadway musikal ini dibagi dalam empat babak. Babak pertama merupakan scene pembuka dengan lagu Circle of Life yang ikonik. Dari semua adegan yang disajikan, adegan sepanjang lagu Circle of Life ini paling-paling berkesan. Adegan ini membuktikan bahwa Disney itu beneran nggak main-main soal memproduksi sebuah karya. Properti, kostum, koreografi, tata panggung, dan lain sebagainya tumplek blek bagusnya di lagu Circle of Life ini. Waktu menonton pembukaan ini rasanya merinding saking bagusnya dan sampai sekarang masih teringat.

Babak kedua adalah bagian dimana Mufasa meninggal karena Simba dihasut oleh pamannya Scar. Ingat adega Mufasa jatuh diinjak-injak oleh Bison? Adegan ini benar-benar digambarkan secara apik di broadway musikal. Nggak kebayang kan? Maka sempatkanlah nonton The Lion King broadway musical barang sekali saja.

Babak ketiga, Simba tumbuh setelah mengasingkan diri karena rasa bersalahnya. Di sini lagu ikoniknya adalah Hakuna Matata. Di lagu ini, animasi menggambarkan pertumbuhan Simba kecil menjadi Simba besar dengan smooth. Aku sempat agak menurunkan ekspektasi takut kecewa di masa transisi itu. Ternyata, meskipun diperankan secara offline, tayang langsung, transisi Simba kecil ke Simba besar masih se-smooth itu. Magical banget sih beneran.

Babak terakhir merupakan kembalinya Simba untuk melawan Scar dan mengambil tahtanya kembali. Yang berkesan di babak terakhir ini adalah scene lagu He Lives in You. Wah, merinding betul aku dibuatnya waktu itu. Dimulai dari Simba bertemu dengan Rafiki si dukun hingga visualisasi Mufasa di langit bertabur bintang-bintang. Indah banget!


After effect setelah nonton pertunjukan ini, super bahagia dan puas. Mungkin aku nggak ingat beberapa adegan yang mungkin dipotong sepanjang musikal, meskipun ada aku pun nggak terlalu sadar. Karena hampir sepanjang musikal, aku sangat menikmati dan terkesima dengan produksi pertunjukan ini. Kalau tiketnya dibanderol dengan harga mahal, rasanya memang sepadan. Pengalaman pertama nonton broadway musical ini membuatku sedikit menyesal. Coba aku suka nonton broadway musical sejak hari pertama menginjakkan kaki di London, mungkin aku juga bakal nonton broadway musical yang lain seperti Aladdin, Jamie, Kinky Boots, Phantom of The Opera, dan juga Wicked. If only God give me one more chance to stay in London, I would gladly accept it. Kehidupan di London benar-benar hal terbaik yang pernah terjadi di hidupku, termasuk pengalaman nonton broadway musical The Lion King.


Oh ya kalian bisa nonton cuplikan betapa kerennya opening Circle of Life di sini. Siapa tahu dengan nonton video ini, kalian makin pengen nonton broadway musical The Lion King.

 

Comments